Senin 28 Sep 2020 06:47 WIB

Ketahanan Pangan Bisa Jadi Lokomotif Bangkitkan Ekonomi

Salah satu persoalan ketahanan pangan di Indonesia adalah masalah big data pertanian.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang menata sayuran di pasar tradisional (ilustrasi). Ketahanan pangan dinilai bisa menjadi lokomotif pemuliha ekonomi di masa pandemi.
Foto: ANTARA /RAHMAD
Pedagang menata sayuran di pasar tradisional (ilustrasi). Ketahanan pangan dinilai bisa menjadi lokomotif pemuliha ekonomi di masa pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Di masa pandemi ini, semua sektor terdampak. Namun, sektor pangan justru masih bertahan.

Menurut Wakil Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Jawa Barat Ipong Witono, ia mengapresiasi inovasi-inovasi terkait pangan. Salah satunya, yang dipaparkan dalam agenda daring Pitching & Awarding Hack4Rilience.

Baca Juga

Terutama, berkenaan masalah ketahanan pangan yang disinggung dalam inovasi platform WaktuTani. Ipong mengatakan, salah satu permasalahan ketahanan pangan dari dulu hingga sekarang adalah masalah big data pertanian.

Big data, sebagai wadah penghimpun informasi, yang ditawarkan dalam inovasi-inovasi para peserta Hack4Resilience dapat sangat terpakai untuk urusan ketahanan pangan. Apalagi saat ini pandemi mengharuskan negara menyimpan cadangan pangan.

"Masalah cadangan pangan kaitannya dengan ketahanan pangan. Jadi sangat perlu big data," ujar Ipong, dalam diskusi daring "Pitching & Awarding Hack4Rilience", Ahad  (27/9).

 

Ketua Pokja UMKM Jawa Barat Jodi Janitra mengatakan, pihaknya ikut mendorong ketahanan pangan di masa pandemi ini. Dari data yang dirilis Pemerintah Provinsi Jawa Barat beberapa waktu lalu, pertanian menjadi sektor yang terdampak paling sedikit oleh pandemi daripadi sektor lain, yakni hanya mengalami penurunan pendapatan sekitar 0,9 persen.

Menurutnya, dengan hadirnya inovasi dari perlombaan Hack4Resilience, membuka peluang sektor pertanian di Jawa Barat lebih kuat. Terlebih dengan lahirnya solusi-solusi dari masalah pertanian seperti ketidakmerataan pasokan di pasar sehingga harga-harganya tidak stabil.

"Atmos FC-19, dia punya WaktuTani untuk mempermudah dan meminimalisir risiko gagal panen. Dari mulai masalah hama yang menyerang, jenis tanahnya, dan cuaca. Jadi risiko gagal panen itu bisa ditekan," katanya.

Sektor pertanian, kata Jodi, harus dijadikan lokomotif menghadapi pandemi Covid-19. Selama pandemi masih berlangsung, dan sektor lain belum bisa pulih secara utuh, UMKM di sektor ini bisa bergeliat untuk pemulihan perekonomian masyarakat.

"Jadi sepertinya ke depan selama kondisinya seperti ini, sektor ketahanan pangan cocok jadi lokomotif," katanya.

Menurutnya, isu ketahanan pangan lewat pertanian ini bila dimanfaatkan secara cerdik, salah satunya dibantu inovasi-inovasi big data seperti WaktuTani, bakal melahirkan momentum dimana Indonesia bangkit dari sisi ketahanan pangan.

"Harapannya justru ketika pandemi sudah beres, ketahanan pangan pasti ada over, harapannya justru kita bisa nyerang balik. Kemarin kan kita sering, impor jagung, impor beras, impor bawang putih, segela macem, kalau kita over mungkin kita bisa ekspor, tapi tentu harus disiapkan sarana prasarananya," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement