Ahad 27 Sep 2020 19:07 WIB

'Orientasi Mahasiswa Baru Penting Cegah Radikalisme'

Para Maba IAIN Palangkaraya diminta mewaspadai paham intoleransi dan radikalisme.

Orientasi akademik mahasiswa baru (ilustrasi)
Foto: Dok STMIK Nusa Mandiri
Orientasi akademik mahasiswa baru (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKARAYA -- Musim penerimaan mahasiswa baru telah berjalan. Penting bagi civitas akademika untuk mewaspadai adanya potensi paham intoleransi dan radikalisme yang mudah menyusup dan menginfiltrasi mahasiswa dengan bungkus berbagai aktivitas di kampus. Karenanya perlu adanya pencegahan dengan meningkatkan wawasan kebangsaan, kesiapsiagaan dan kewaspadaan sejak dini bagi mahasiswa baru.

Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangkaraya Khairil Anwar mengatakan bahwa di IAIN Palangkaraya ada masa orientasi bagi mahasiswa baru (Maba) yang disebut dengan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK). Ia menyebutkan bahwa dalam PBAK tersebut pihak kampus juga menyampaikan agar para Maba untuk mewaspadai adanya paham-paham intoleransi dan radikalisme di sekitarnya.   

"Jadi kita sampaikan bahwa ada berbagai macam aliran dan pemahaman yang beragam di indonesia yang. Sebenarnya sejak zaman Ali bin Abi Thalib sudah muncul suatu paham yang cenderung beraliran ekstrem kanan yakni Khawarij,” kata Khairil Anwar di Palangkaraya akhir pekan lalu.

Khairil menjelaskan hal ini penting untuk disampaikan kepada mahasiswa bahwa kelompok-kelompok ini cenderung ekstrem sampai membunuh Ali bin Abi Thalib. Di mana yang membunuh itu adalah bagian dari kelompok khawarij. Khairil menyebut bahwa kelompok khawarij ini adalah contoh kelompok yang termasuk ekstrem kanan, yang intoleran.

"Nah ini tolong jadi perhatian bagi para mahasiswa agar jangan sampai terpengaruh kelompok-kelompok yang ekstrem kanan seperti itu. Termasuk juga kita sampaikan tentang radikalisme yang cenderung pola pikirnya itu tekstualis," ujar pria yang juga Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Tengah (Kalteng) itu.

Lebih lanjut pria yang juga Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalteng itu menyebutkan bahwa kelompok semacam ini pola berpikirnya seperti kacamata kuda dalam memahami ajaran Islam atau dalam memahami agama. Di mana menurutnya akhirnya mereka ini mengklaim bahwa punya dia yang paling benar, punya orang lain salah, bahkan punya orang lain begitu berdosa.

"Jadi mereka ini tidak bisa menerima terhadap adanya perbedaan, lalu akhirnya menjadi intoleran itu. Intoleran itu akhirnya yang menimbulkan dia bisa membawa kepada terorisme, mengkafirkan orang dan sebagainya itu," ucap Khairil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement