Kamis 24 Sep 2020 13:02 WIB

Rabithah Alawiyah: D.N. Aidit Bukan Keturunan Alawiyyin

D.N. Aidit bukan keturunan dari marga Aidid.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ani Nursalikah
Rabithah Alawiyah: D.N. Aidit Bukan Keturunan Alawiyyin. Ketua Umum DPP Rabithah Alawiyah Habib Zein Umar Smith
Foto: Republika/Darmawan
Rabithah Alawiyah: D.N. Aidit Bukan Keturunan Alawiyyin. Ketua Umum DPP Rabithah Alawiyah Habib Zein Umar Smith

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Rabithah Alawiyah Zein Umar Smith menyebut D.N. Aidit bukanlah anak cucu Alawiyyin. Menurutnya, hal itu perlu ditegaskan, karena menyangkut marga Aidid dan salah satu dalang pemberontakan G30S/PKI.

Nama baik marga Al-Aidid yang tersohor dan diabadikan dalam kamus-kamus ensiklopedia, kata dia, tercoreng oleh gembong PKI. Bahkan menurutnya, nama D.N. Aidit dianggap akan menjelekkan nama baik semua marga Alawiyyin pada umumnya.

Baca Juga

Bahkan, itu bisa berdampak pada nama baik Sayyidina Husein RA sebagai anak cucu Nabi Muhammad SAW. "D.N. Aidit bukanlah anak cucu Alawiyyin karena silsilah nasabnya tidak ditemukan dalam kitab pegangan yang dijadikan pedoman lembaga nasab yang ada di Indonesia," ujar dia dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (24/9)

Dia menjelaskan, berdasarkan penuturan atau fatwa dari para sesepuh Alawiyyin, nasab itu dimulai saat hijrah pedagang Arab dari marga Al-Aidid ke Kota Pelembang. Hal itu, menurutnya, juga dikuatkan oleh sumber-sumber dari media cetak yang terbit dalam kurun waktu 1960.

"Pedagang itu menikah dengan seorang janda penduduk setempat yang telah mempunyai seorang anak bernama Nuh," katanya.

Nuh menjadi anak angkat dari saudagar Arab tersebut dan menganggap dirinya sebagai keturunan marga Al-Aidid. Namun, karena adanya cara penulisan Aidid dari waktu ke waktu, maka nama Aidid ia sebut berubah menjadi Aidit oleh bahasa setempat.

"Jelasnya huruf 'd' pada akhir kata Aidid diganti dengan huruf 't' sehingga namanya menjadi Nuh Aidit. Setelah Nuh Aidit dewasa, dia menikah dan dari pernikahannya lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama Jakfar," ungkap dia.

Zein mengatakan, setelah Nuh dan istrinya meninggal dunia, Jakfar bin Nuh dibawa ke Jakarta dan diasuh oleh keluarga pamannya (adik ibu). Jauh setelah itu, tepatnya ketika Jakfar bin Nuh dewasa, ia terpengaruh oleh ajaran komunis sehingga menjadikannya bagian dari anggota Partai Komunis Indonesia.

"Selanjutnya ia mengganti namanya dengan Dipa Nusantara Adit," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement