Rabu 23 Sep 2020 12:17 WIB

Puncak Kedermawanan dan Bentuk Kebakhilan Tertinggi

Derajat kedermawanan yang tertinggi adalah sikap iitsar

Ilustrasi Sedekah
Foto: Pixabay
Ilustrasi Sedekah

REPUBLIKA.CO.ID, Ketahuilah bahwa sesungguhnya kedermawanan maupun kebhakilan itu bertingkat-tingkat. Derajat kedermawanan yang tertinggi adalah sikap iitsar yaitu tidak segan-segan berinfak kepada orang lain meski diri sendiri sebetulnya memerlukannya.

Dikutip dari buku Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah karya Dr Saad Riyadh disebutkan sikap iitsar dikatakan sebagai puncak kedermawanan sebetulnya adalah menafkahkan harta yang tidak dibutuhkan. Hal ini sesungguhnya tidak begitu berat dibandingkan sikap menafkahkan sesuatu kepada orang lain di saat diri sendiri sesungguhnya membutuhkannya.

Adapun bentuk kebakhilan tertinggi adalah bakhil terhadap diri sendiri padahal sedang berada dalam kebutuhan. Coba perhatikan betapa buruknya sikap seseorang yang tetap enggan mengeluarkan hartanya untuk membeli obat padahal dirinya sedang sakit. Artinya, dia lebih suka tetap dalam sakitnya ketimbang harus beli obat.

Contoh lain adalah seseorang yang sebenarnya sangat menginginkan sesuatu, namun karena untuk mendapatkannya harus mengeluarkan biaya, maka dia mengurungkan niatnya.

Dapat dikatakan bahwa berinfak sebetulnya merupakan salah satu sarana untuk menyucikan badan maupun jiwa. Itulah sebabnya banyak nasihat Rasulullah Saw dalam hal tersebut. Di antaranya sabda beliau, "Berusaha keraslah menghindari api neraka meski hanya dengan (menyedekahkan) sebutir kurma" (HR Bukhari).

Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa ketika berada di atas mimbar dan menjelaskan tentang sedekah, sikap ta'affuf (menahan diri dari meminta-minta sedekah), dan sikap meminta sedekah secara terang-terangan, Rasulullah Saw bersabda, "Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah lambang dari orang yang memberi sedekah sementara tangan di bawah merupakan lambang bagi peminta-minta." (HR. Bukhari).

Dalam hadist, Rasulullah Saw bersabda, "Tidaklah seseorang hamba bersedekah dari harya yang baik yang dia miliki, karena Allah Swt tidak menerima kecuali yang baik-baik, melainkan Allah Swt akan menyambutnya langsung dengan tangan kanan-Nya. Jika sedekahnya itu berupa sebutir kurma, misalnya, maka ia akan tumbuh subur di telapak tangan-Nya sampai menjadi lebih besar dari gunung. Perumpamaannya adalah seperti jika sang hamba tersebut memelihara anak sapi atau unta (yang tentu setiap waktu semakin bertambah besar)." (HR. Tirmidzi).

Beliau juga bersabda, "Tidak ada hasil usaha yang lebih mulia bagi seorang hamba melebihi hasil kerjanya secar alangsung dengan tangannya sendiri. Apa saja yang dinafkahkan seorang suami, baik terhadap dirinya, isitri, anak maupun pembantunya, maka nafkahnya tersebuh adalah sedekah baginya," (HR Ibu Maajah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement