Selasa 22 Sep 2020 22:14 WIB

Akhir Tragedi Intelektual Alquran Makhluk Allah SWT  

Sejumlah khalifah Abbasiyah mendukung Alquran makhluk Allah SWT.

Sejumlah khalifah Abbasiyah mendukung Alquran makhluk Allah SWT. Ilustrasi Alquran
Foto: pxhere
Sejumlah khalifah Abbasiyah mendukung Alquran makhluk Allah SWT. Ilustrasi Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ustadz Yendri Junaidi, Lc MA

Dalam sejarah umat ini, banyak perdebatan yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Bukan saja tidak memberi manfaat, bahkan membawa bencana dan korban yang tidak sedikit. Korbannya bukan hanya nyawa para ulama dan orang-orang terbaik dalam tubuh umat, tapi juga energi positif dan potensi luar biasa yang akhirnya terbuang sia-sia. 

Baca Juga

Fitnah khalqul Quran (Alquran adalah makhluk) yang terjadi sejak masa Khalifah al-Maˋmun, kemudian diwariskan kepada al-Mu'tashim lalu dilanjutkan al-Watsiq adalah satu diantara sekian banyak fitnah dan pertikaian dalam tubuh umat yang seharusnya tidak perlu terjadi. 

Ketika suatu pendapat yang semestinya diadu dengan pendapat, tapi malah diadopsi oleh kekuasaan dan dipaksakan kepada setiap orang, maka itulah awal sebuah petaka.  

 

Kebebasan berpendapat tentu sesuatu yang diakui. Kaidah yang berlaku adalah الحجة تقرع بالحجة "Argumen dilawan dengan argumen". Tapi, kalangan Mu'tazilah yang katanya 'aqlaniyyun, ternyata bersandar pada kekuasaan untuk memaksakan pandangan mereka bahwa Alquran adalah makhluk. 

Inilah bukti paling nyata rapuhnya sebuah pendapat ketika ia merasa argumentasinya lemah, ia pun berlindung di balik kekuasaan. Persis seperti orang yang tidak punya dalil dan argumen yang kuat untuk mempertahankan pendapatnya, akhirnya menggunakan cara kanak-kanak: mencaci, merendahkan, mengancam, dan sebagainya. 

Sesuatu yang sejak awalnya sudah rapuh dan omong-kosong belaka, lambat-laun akan menjadi bahan tertawaan dan guyonan banyak orang. Ini yang dalam pepatah Arab disebut : 

شر البلية ما يضحك "Bencana terburuk itu sesuatu yang mengundang tawa..."

Suatu kali seseorang datang menemui Khalifah al-Watsiq. Ia berkata, "Wahai Amirul Mukminin, semoga Baginda bersabar dengan kepergian Alquran."   

"Hati-hati kalau bicara, memangnya Alquran mati?", tanya Khalifah.

"Wahai Amirul Mukminin, setiap makhluk pasti mati... Dengan apa orang akan sholat tarawih lagi, wahai Khalifah... (karena yang akan dibacanya sudah mati)." 

Mendengar itu Khalifah tertawa.

Lalu bagaimana akhir dari fitnah panjang dan melelahkan itu? 

Ad-Damiri meriwayatkan, suatu ketika ada seorang tua yang datang menghadap al-Watsiq. Orang tua ini termasuk yang menolak mengatakan kalau Alquran itu makhluk. Ia didebat oleh orang dekat al-Watsiq, Ahmad bin Abu Duad, seorang tokoh Mu'tazilah yang merupakan sosok paling bertanggungjawab terjadinya fitnah ini.  

Orang tua itu berkata: 

"Sesuatu yang tidak pernah diserukan Rasulullah SAW, tidak juga Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, lalu engkau seru orang kepadanya, hanya ada dua kemungkinan yaitu boleh jadi yang engkau serukan ini, mereka (Rasulullah dan para khalifah rasyidun) mengetahuinya atau mereka tidak tahu. 

Kalau engkau katakan bahwa mereka mengetahuinya dan ternyata mereka mendiamkannya, maka bukankah akan lebih aku dan engkau mendiamkan juga apa yang mereka diamkan?  

Tapi kalau engkau katakan mereka tidak mengetahuinya, dan justru engkau yang mengetahuinya, maka hai Luka' bin Luka' (ini diarahkannya pada Ahmad bin Abi Duad), apakah mungkin engkau mengetahui apa yang tidak diketahui Rasulullah dan khulafaˋ rasyidun?"

Mendengar ucapan tegas dan bernas dari orang tua ini, al-Watsiq melompat dari kursinya (saking terpesona) dan mengulang-ulang kalimat tersebut. Akhirnya ia memaafkan orang tua ini dan rujuk dari mihnah khalqul Quran

 

هلا وسعنا السكوت فيما وسعهم إذا كان الكلام يؤدي إلى التفرق والتباعد؟

 *Magister hadits Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Diniyyah Puteri Padang Panjang  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement