Selasa 22 Sep 2020 14:33 WIB

Nabi Musa, Perkelahian dengan Orang Mesir

nabi Musa sebenarnya bukanlah bangsa Mesir tapi dari Bani Israil.

Nabi Musa, Perkelahian dengan Orang Mesir
Foto: Pixabay
Nabi Musa, Perkelahian dengan Orang Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Dr Yunahar Ilyas

JAKARTA -- Dalam Surat Al-Qashash ayat 15 dinyatakan bahwa dua laki-laki yang berkelahi itu, satu dari golongan Musa (Bani Israil) dan satu lagi dari golongan musuhnya (Bangsa Mesir). Tentu Musa sudah tahu bahwa antara bangsa Mesir dan Bani Israil memang tidak hidup dengan damai dan harmonis, bahkan bermusuhan.

Baca Juga

Tetapi yang jadi pertanyaan dari mana Musa tahu bahwa dia sebenarnya bukanlah bangsa Mesir tapi dari Bani Israil. Apakah yang memberi tahu ibu kandungnya sendiri tatkala dalam proses menyusui, tetapi rasanya pada umur penyusuan itu Musa belum akan paham apa-apa jika pun diberitahu. Atau ibu Musa memberitahukannya belakangan secara diam-diam tatkala dia dapat kesempatan lagi bertemu dengan Musa.

Atau boleh jadi yang berterus terang menceritakannya adalah Asiah, ibu angkatnya sendiri, atau dayang-dayang istana yang mengetahui peristiwa bagaimana bayi Musa ditemukan. Sekalipun tidak tahu persis bahwa Musa dari Bani Israil, tetapi logika sederhana saja bisa mengantarkan Asiah dan dayang-dayang kepada kesimpulan tersebut, karena bayi tersebut ditemukan pada tahun semua bayi laki-laki Bani Israil yang baru dilahirkan akan dibunuh oleh algojo Fir’aun.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah (10:320) lebih cenderung ibu kandungnyalah yang membisikkan kepadanya bahwa dia sebenarnya adalah dari Bani Israil yang dilemparkan ibunya ke laut untuk menghindari kekejaman Fir’aun. Siapa pun yang memberitahukan, yang jelas menurut Al-Qur’an pemuda Musa sudah mengetahui bahwa dia bukan Bangsa Mesir tapi dari Bani Israil.

Musa sangat menyesal telah jadi pembunuh walaupun tidak sengaja. Dia minta ampun kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:

“Musa berdoa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku.” Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata: “Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.” (Qs. Al-Qashash [28]: 16-17).

Setelah terjadi pembunuhan itu Musa diliputi ketakutan. Dia tidak kembali ke istana. Besok paginya ketemu lagi dengan laki-laki Bani Israil yang ditolongnya kemarin. Sekali lagi laki-laki dari Bani Israil itu terlibat perkelahian dengan laki-laki Mesir. Dia berteriak lagi meminta tolong kepada Musa. Allah SWT berfirman:

“Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa Berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat yang nyata (kesesatannya),” (Qs. Al-Qashash [28]: 18)

Dalam penilaian Musa laki-laki Bani Israil itu memang bukan orang baik, suka berbuat keributan. Musa langsung mencelanya dengan kata-kata, menyatakan dia memang orang yang benar-benar sesat. Namun demikian, Musa tetap ingin menolongnya karena yakin memang orang Mesir itulah yang berlaku sewenang-wenang. Keyakinan Musa itu, tentu dilatarbelakangi pengetahuan bahwa selama ini Bangsa Mesir memang suka berbuat dzalim kepada Bani Israil. Allah SWT berfirman:

“Maka tatkala Musa hendak memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya, dia (laki-laki Bani Israil) itu berkata: ‘Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian,“ (Qs. Al-Qashash [28]: 19).

Tatkala Musa bergerak cepat memegang tangan laki-laki Mesir itu, yang menjadi musuh mereka berdua, rupanya terjadi kesalahpahaman. Laki-laki Bani Israil itu mengira Musa akan membunuhnya, maka dia segera berteriak mencela Musa sehingga secara tidak sadar dia telah membukan rahasia pembunuhan pemuda Mesir yang terjadi kemarin. Padahal tidak ada yang tahu bahwa Musa telah membunuh seseorang kemarin kecuali hanya mereka berdua. Laki-laki Bani Israil yang sebenarnya akan ditolong Musa itu menuduh Musa sebagai jabbaran, suka berbuat sewenang-wenang dan bukan orang yang ingin melakukan perbaikan.

Mengetahui hal itu, laki-laki Mesir itu segera berlalu dan pergi memberitahu orang-orang Mesir pendukung Fir’aun bahwa Musa telah membunuh seseorang kemarin. Akhirnya berita Musa membunuh orang Mesir (Qibthi) sampailah ke telinga para penguasa anak buah Fir’aun. Barangkali selama ini mereka sudah mencurigai Musa, dan mengetahui siapa Musa sebenarnya. Mereka bergerak untuk menangkap dan menghukum Musa.

Tiba-tiba ada seorang laki-laki datang dari ujung kota menasehati Musa untuk segera pergi dari Mesir. Allah SWT berrfirman:

“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: ‘Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu,“ (Qs. Al-Qashash [28]: 20).

Siapakah laki-laki yang memberi nasehat kepada Musa tersebut? Al-Qur›an tidak menjelaskan. Boleh jadi salah seorang pejabat di Istana Fir›aun yang ikut pertemuan yang memutuskan untuk menghukum mati Musa. Dia segera memberitahu Musa karena bersimpati kepada Musa. Atau bisa juga laki-laki itu seorang mukmin dari pengikut Fir’aun sendiri seperti yang diisyaratkan dalam Surat Ghafir ayat 28. Allah SWT berfirman:

“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki. Karena dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. dan jika ia seorang pendusta Maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu”. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta,” (Qs. Ghafir [40]: 28)

Sekarang tidak ada pilihan lain bagi Musa kecuali mengikuti nasihat laki-laki tersebut yaitu pergi meninggalkan Mesir. Allah SWT berfirman:

“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang dzalim itu.” Qs. Al-Qashash [28]: 21)

Dengan penuh khawatir ditangkap, Musa pergi ke luar Mesir. Kemana Musa pergi menyelamatkan diri dari kejaran para penguasa Fir’aun? Ternyata pilihan Musa adalah Madyan. Allah SWT  berfirman

“Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): ‘Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar’“ (Qs. Al-Qashash [28]: 22)

Madyan terletak di sebelah barat laut Hijaz di sebelah timur Teluk Aqabah, arah utara Laut Merah. Kalau dari Memphis Mesir Musa harus berjalan ke arah timur melewati Heliopholis, terus ke timur sampai di utara Teluk Aqabah turun ke selatan dari sisi timur Teluk Aqabah. Bayangkan alangkah jauhnya Musa melarikan diri, seorang diri menempuh gurun dan padang pasir.

https://www.suaramuhammadiyah.id/2016/02/19/nabi-musa-as-perkelahian-dengan-orang-mesir/

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement