Selasa 22 Sep 2020 07:05 WIB

Apa Kabar Derita Muslim Patani?

Muslim Patani meminta penggunaan bahasa Melayu dan libur di hari Jumat.

Muslim Patani di Thailand Selatan tengah shalat.
Foto: goole.co
Muslim Patani di Thailand Selatan tengah shalat.

REPUBLIKA.CO.ID, -- Pemerintah Thailand pada Minggu lalu bertemu delegasi kelompok muslim di Thailand selatan. Tujuannya untuk menyerap aspirasi kelompok minoritas di tengah kekerasan yang terus berlangsung di wilayah itu.

Delegasi Damai Wilayah Selatan Thai ini langsung diketuai oleh Baba Abdulrahman yang merupakan Ketua Majelis Agama Islam Pattani.

Dalam pertemuan itu, Kepala negosiasi perdamaian Thailand Wanlop Raksanoh hadir langsung untuk menyampaikan aspirasi minoritas Muslim.

Kelompok Muslim di Thailand selatan meminta pemerintah menyatakan hari Jumat sebagai hari suci bagi umat Islam dan hari libur umum.

Selain itu, Muslim Patani juga meminta agar bahasa Melayu dideklarasikan sebagai bahasa resmi provinsi Pattani, Yala, Narathiwat, dan Songkhla yang merupakan basis Muslim di Thailand selatan.

Patani adalah komunitas minoritas Muslim Melayu di wilayah Thailand selatan yang berbatasan dengan Malaysia. Berdasarkan data pemerintah Thailand, jumlah muslim Patani sekitar 1,4 juta jiwa.

Kelompok Muslim juga mengusulkan orang-orang Muslim dapat bertanggung jawab atas urusan haji, penyusunan hukum Islam untuk empat provinsi dan pengembangan industri halal.

Legitimasi historis

Teuku Zulkhairi, Pengamat Islam di Asia Tenggara dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, mengapresiasi pertemuan ini di mana pemerintah Thailand mau membuka ruang menyerap aspirasi minoritas Muslim.

Menurut Zulkhairi, kaum minoritas Thailand Selatan merupakan bagian dari entitas muslim Melayu yang memiliki sejarah kuat dan panjang di Asia Tenggara. "Mereka, bukanlah orang-orang baru di kawasan yang mereka diami saat ini, yakni Provinsi Pattani, Yala, Narathiwat, dan Songkhla,'' ujar Zulkahiri.

Menurut Zulkhairi, Islam sudah masuk ke wilayah tersebut sejak Abad ke-15 hingga kemudian berdiri Kerajaan Patani Darussalam yang berhaluan Melayu Muslim.

“Patani berasal dari Al Fathoni dalam Bahasa Arab yang berarti kaum cendekiawan, karena di situ lahir banyak ulama,” terang Zulkahiri kepada Anadolu Agency pada Jumat.

Sejak abad ke-18, kata Zulkahiri, penguasa Thailand telah berusaha untuk menaklukkan wilayah-wilayah Melayu Patani dan membawanya untuk berada di bawah kerajaan Siam.

Selanjutnya, kata dia, Kerajaan Patani jatuh ke tangan Kerajaan Siam setelah ditaklukkan pada 1785. Saat itu, Kerajaan Patani dipecah menjadi tujuh provinsi oleh Kerajaan Siam.

Selanjutnya, ucap dia, penguasa Thailand Raja Chulalongkorn pada 1901 melanggar perjanjian damai dengan provinsi-provinsi itu dan melancarkan kampanye militer melawan mereka.

Akhirnya, Perjanjian Anglo-Siam pada 1909 memberikan jalan bagi Kerajaan Siam untuk menganeksasi wilayah Thailand selatan.

“Oleh sebab itu, kita sebagai warga Indonesia yang merupakan bagian dari entitas Melayu Asia Tenggara mendorong pemerintah Thailand untuk terus merawat perdamaian di Selatan,” ujar Zulkhairi kepada Anadolu Agency pada Jumat lalu)

Zulkhairi mengatakan, pentingnya bagi pemerintah Thailand untuk memberikan kebebasan bagi minoritas Muslim dalam menjalankan ajaran agamanya seperti kurikulum pendidikan dan bahasa.

Zulkhairi juga meminta Indonesia dan Malaysia untuk mendorong pemerintah Thailand memberikan hak-hak bagi minoritas Muslim Patani.

Menurut Zulkhairi, kalau Muslim di Thailand Selatan dapat hidup dalam kedamaian dan menikmati kebebasan dan keadilan, maka hal itu juga akan memberikan pengaruh positif bagi Thailand di mata internasional “Ini menjadi tantangan bagi pemerintah Thailand untuk menunjukkan komitmennya,” ujar dia.

Hal senada juga disampaikan oleh aktivis HAM Malaysian Civil Society Solidarity Association (MaSSSA) Mustopha Mansor yang kerap memberikan bantuan kemanusiaan di Thailand Selatan.

Musthopa mengatakan tuntutan yang disampaikan delegasi Muslim Patani sudah sesuai dengan Deklarasi Universal HAM PBB tahun 1948.

Berdasarkan deklarasi itu, kata Musthopa, kelompok minoritas Muslim Patani memiliki hak untuk berpendapat, memilih agama, kepercayaan, dan bebas dari rasa takut.

“Jadi tuntutan Muslim Patani sudah seusai dengan HAM,” ujar dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement