Senin 21 Sep 2020 17:37 WIB

Bagaimana Cara Beri dan Tagih Utang?

Memberi utang itu merupakan kebaikan tapi perhitungan tak boleh diabaikan

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Esthi Maharani
Memberi uang, dan membayar hutang (ilustrasi).
Foto: Republika/Musiron
Memberi uang, dan membayar hutang (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Rumah Fikih Indonesia Ustaz Ahmad Zarkasih mengatakan memberi utang itu bagi sebagian ulama hukumnya sebuah kebaikan. Bahkan lebih besar pahalanya dibanding sedekah, karena memberikan utang itu melepaskan orang lain dari kesusahan yang mana sedekah belum tentu begitu.

"Tapi bukan berarti memberikan utang itu kebaikan lalu jadi bermudah-mudahan dalam memberi. Tentu ada perhitungan yang tidak boleh diabaikan," ujar dia kepada Republika, Ahad (20/9).

Sejak awal ulama memberikan syarat, yakni memberikan utang itu menjadi kebaikan jika utangnya untuk kebutuhan primer dan yang memberikan utang memiliki keyakinan bahwa orang itu mampu membayar.

Jika bukan untuk kebutuhan primer apalagi tahu bahwa orang itu lalai dan sulit melunasi, tidak memberikan utang itu lebih baik. Ini dilakukan agar orang tersebut tidak jatuh kepada dosa yang lebih dalam.

Dalam menagih utang, peminjam sewajarnya membayar sesuai dengan waktu yang ditentukan. Ketika datang waktunya dan belum juga mampu maka tentukan atau batasi lagi waktu tertentu untuk bayar, begitu seterusnya.

Peminjam yang sulit dihubungi atau terkesan menghindar merupakan salah satu risiko yang sangat mungkin dialami bagi pemberi utang. Solusinya tetap menagih dan tetap bersabar.

Namun tidak ada larangan menyewa debt collector jika kesulitan dalam menagih utang. Allah hanya melarang menzalimi orang lain atau membuatnya terhina di depan orang lain. Jadi selama debt collector itu bisa menjaga kehormatan orang lain maka tidak ada masalah.

Terkait mengikhlaskan utang yang tak juga dibayar maka harus dilihat pada si peminjam, jika memang orang tidak mampu, untuk apa bersusah payah menagih,  tetapi jika si peminjam adalah orang mampu yang berkecukupan, bisa dilaporkan ke pengadilan, itu anjuran ulama.

Ada kisah soal utang piutang ini dalam sebuah hadits. Pernah satu waktu ada sahabat Ka'ab bin Malik yang menagih utang kepada Ibn Abi Hadrad di masjid nabawi sampai suara keduanya meninggi, Nabi yang mendengar suara itu lalu mendatangi masjid dan merelai keduanya lalu mengatakan kepada Ka'ab  bin Malik untuk menurunkan nilai utangnya agar Ibn Abi Hadrad mampu membayarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement