Senin 21 Sep 2020 14:30 WIB

Qatar Tegaskan Dukungan Pembentukan Negara Palestina

Qatar tetap menginginkan Yerusalem sebagai ibu kota Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Bentrokan antara pengunjuk rasa Palestina dan pasukan keamanan Israel di Kota Hebron Tepi Barat, 18 September 2020. Banyak yang menentang perjanjian antara UEA, Bahrain dan Israel, karena mereka menganggap itu melanggar konsensus antara negara-negara Arab untuk tidak meresmikan hubungan diplomatik dengan Israel. sebelum berdirinya negara Palestina.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Bentrokan antara pengunjuk rasa Palestina dan pasukan keamanan Israel di Kota Hebron Tepi Barat, 18 September 2020. Banyak yang menentang perjanjian antara UEA, Bahrain dan Israel, karena mereka menganggap itu melanggar konsensus antara negara-negara Arab untuk tidak meresmikan hubungan diplomatik dengan Israel. sebelum berdirinya negara Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Pemerintah Qatar menegaskan dukungannya terhadap pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Hal itu ia sampaikan setelah Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel.

“Negara Qatar meneguhkan posisi tegasnya pada masalah Palestina, yang menetapkan penghentian pendudukan Israel dan pendirian negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya dalam kerangka legitimasi internasional dan resolusi Dewan Keamanan (PBB yang relevan sambil memberikan hak kepada semua pengungsi Palestina untuk kembali, ” kata Kementerian Luar Negeri Qatar pada Ahad (20/9), dilaporkan Qatar News Agency.

Baca Juga

Qatar mengatakan, akan terus berusaha melakukan berbagai hal yang dapat meringankan penderitaan rakyat Palestina. Upaya itu akan terus bakal berlangsung hingga orang-orang Palestina mendapatkan hak sah mereka.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah bin Zayed, dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid Al Zayani telah menandatangani perjanjian damai di Gedung Putih pada Selasa (15/9) pekan lalu. Presiden AS Donald Trump turut menyaksikan proses penandatanganan bersejarah tersebut. Trump mengklaim masih ada sejumlah negara yang bakal melakukan normalisasi dengan Israel, satu di antaranya adalah Arab Saudi.

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan penandatanganan perjanjian normalisasi Israel dengan Bahrain dan UEA merupakan "hari hitam" dalam sejarah bangsa Arab. "Hari ini akan ditambahkan ke kalender penderitaan Palestina dan kalender kekalahan Arab, karena memberikan pukulan maut kepada Inisiatif Perdamaian Arab serta solidaritas Arab," katanya dilaporkan laman kantor berita Palestina WAFA.

UEA dan Israel menyepakati perjanjian normalisasi hubungan diplomatik pada 13 Agustus lalu. Itu merupakan kesepakatan perdamaian pertama yang dicapai Israel dengan negara Arab dalam 26 tahun. Tel Aviv terakhir kali menandatangani perjanjian semacam itu pada 1994 dengan Yordania. Belum genap sebulan pasca perjanjian dengan UEA, Israel berhasil menyepakati normalisasi dengan Bahrain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement