Ahad 20 Sep 2020 07:12 WIB

Pascabanjir, Ribuan Warga Sudan Hidup Memperihatinkan

Sejak Juli, setidaknya 115 orang tewas akibat bencana di Sudan.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Air banjir luapan sungai Nil menyelimuti pagar kota kerajaan kuno di situs arkeologi Meroe, di daerah al-Bajrawia,Sudan pada 9 September 2020.
Foto: Al Arabiya
Air banjir luapan sungai Nil menyelimuti pagar kota kerajaan kuno di situs arkeologi Meroe, di daerah al-Bajrawia,Sudan pada 9 September 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM — Sebanyak ribuan orang di Sudan terancam dengan adanya hujan lebat dan banjir. Banjir terjadi di beberapa wilayah negara bagian dalam beberapa bulan terakhir. Sejak Juli, setidaknya 115 orang tewas akibat bencana.

Banjir bandang terjadi selama beberapa hari di bulan Juli. Selama ini, negara di Afrika tersebut rentan mengalami banjir saat musim hujan yang berlangsung pada Juni hingga Oktober akibat dilalui Sungai Nil.

Baca Juga

Ratusan ribu orang di Sudan saat ini tengah hidup dalam kondisi memprihatinkan di kamp-kamp darurat. Atas bencana yang terjadi di negara itu, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) meningkatkan bantuan makanan dan kebutuhan lainnya.  

Hanan Shariff, seorang korban banjir, telah tinggal di kamp darurat selama 13 hari terakhir di Sinjah. Di kota asalnya itu, yang terletak di negara bagian Sennar, banjir telah menenggelamkan desanya.

"Kami mencoba membangun pagar untuk melindungi rumah kami tetapi angin terlalu kencang, jadi kami memutuskan untuk menyelamatkan apa yang kami bisa dan melarikan diri," ujar Shariff dilansir Aljazirah, Sabtu (19/9).

Hujan dan banjir di Sudan dalam beberapa bulan terakhir ini telah melebihi rekor yang ditetapkan pada 1946 dan 1988. Bencana yang terjadi juga membuat pemerintah negara itu mengumumkan keadaan darurat selama tiga bulan.

Dalam beberapa hari terakhir, pemerintah telah mengeluarkan peringatan baru kepada masyarakat yang tinggal di tepi Sungai Nil. Hal ini karena hujan di dataran tinggi Ethiopia dapat menyebabkan lebih banyak banjir di sepanjang sungai.

Rowda Tayyib, salah seorang warga mengatakan banyak orang telah kehilangan harapan. Banjir yang terjadi menurutnya menghancurkan rumah dan menyapu bersih ternak yang dimilikinya.

“Banjir menghancurkan semua yang kami miliki. Kami tidak punya apa-apa lagi," jelas Tayyib.

Sebuah komite yang ditugasi menangani konsekuensi banjir memperingatkan dua minggu lalu bahwa Sudan mungkin menghadapi lebih banyak hujan. Selain itu, permukaan air di Sungai Nil diprediksi naik ke rekor 17,58 meter.

Banjir sejauh ini telah mempengaruhi lebih dari setengah juta orang di Sundandan menyebabkan kehancuran total. Lebih dari 100.000 rumah di setidaknya 16 negara bagian Sudan yang terkena dampak bencana.

Mutwali Adam dari dana anak-anak PBB (UNICEF) mengatakan orang-orang di kamp tersebut membutuhkan kebutuhan dasar kemanusiaan seperti makanan, tempat tinggal dan obat-obatan. Situasi kemanusiaan yang mengerikan telah diperburuk oleh kejatuhan ekonomi negara dan kebuntuan politik di Sudan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement