Jumat 18 Sep 2020 03:22 WIB

Realisasi Penerimaan Bea Cukai Surakarta Capai 54,5 Persen

Penerinaan lebih banyak dari perusahaan rokok, hampir Rp 1,5 triliun.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Realisasi Penerimaan Bea Cukai Surakarta Capai 54,5 Persen (ilustrasi).
Foto: istimewa
Realisasi Penerimaan Bea Cukai Surakarta Capai 54,5 Persen (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,KARANGANYAR -- Realisasi penerimaan Kantor Bea Cukai Surakarta hingga Agustus 2020 mencapai 54,5 persen atau setara Rp 1,16 triliun dari target sampai akhir tahun sebesar Rp 1,8 triliun. Realisasi tersebut diklaim masih sesuai target meski di tengah kondisi pandemi Covid-19.

Kepala Kantor Bea dan Cukai Surakarta, Budi Santoso, mengatakan, sebelumnya target penerimaan pabean dan cukai tahun 2020 ditetapkan sebesar Rp 1,9 triliun. Namun, lantaran kondisi pandemi, maka target diturunkan menjadi Rp 1,8 triliun.

"Penerinaan lebih banyak dari perusahaan rokok, hampir Rp 1,5 triliun dari rokok," ungkap Budi kepada wartawan di Kantor Bea Cukai Surakarta, di Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (17/9).

Budi menyebut, dalam empat tahun terakhir, Bea Cukai Surakarta dapat memenuhi bahkan melampaui target yang dibebankan. Pada, 2016 realisasi penerimaan pabean dan cukai tercapai 113,12 persen atau sebesar Rp 1,387 triliun, tahun 2017 tercapai 100,40 persen senilai Rp 1,577 triliun, tahun 2018 tercapai 104 persen senilai Rp 1,732 triliun dan tahun 2019 tercapai 105,76 persen senilai Rp 1,882 triliun.

"Kalau realisasi dari bulan ke bulan masih on the track. Penerimaan lebih meningkat pada akhir September dan November. Karena jatuh tempo pembayaran cukai pada akhir September sehingga nanti akan ada kenaikan signifikan," ucapnya.

Kondisi pandemi dinilai berpengaruh terhadap penerimaan kepabean dan cukai lantaran daya beli masyarakat turun. Kondisi tersebut dikhawatirkan menimbulkan meningkatnya rokok ilegal. "Orang tidak mampu beli tapi tidak mau berhenti merokok, pilihannya rokok yang lebih murah rokok ilegal. Sehingga kalau banyak rokok ilegal, penerimaan cukai berkurang," imbuhnya.

Meski demikian, belum lama ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah menaikkan tarif cukai. Sehingga penerimaan cukai masih sejalan dengan target.

Dia menambahkan, di Solo Raya terdapat 15 perusahaan pabrik rokok, serta enam perusahaan HPTL dimana contoh produknya seperti vape.

Sepanjang 2020, lanjutnya, Kantor Bea Cukai Surakarta telah melakukan 45 kali penindakan. Kasus terakhir berupa pencegatan terhadap kontainer yang berisi 1.600 rol kain impor yang diselundupkan. Kasus lainnya, menindak rokok ilegal yakni sekitar 300 ribu batang rokok disimpan dalam gudang. Selain itu, kasus minuman keras yang dijual secara daring jumlahnya ada 262 botol.

"Di Solo Raya ini salah satu kerawanan sektor rokok. Wilayah Jateng dan Jatim sentra produksi rokok. Motif orang menghindari cukai agar bisa jual lebih murah. Solo menjadi daerah perantara untuk distribusi rokok ilegal," kata Budi.

Dalam menjalankan fungsi sebagai fasilitator perdagangan, Bea Cukai Surakarta memberikan fasiltas Kawasan Berikat kepada 72 perusahaan, 20 perusahaan mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan 19 perusahaan mendapat fasilitas KITE IKM (Industri Kecil Menengah).

Fasilitas Kawasan Berikat dan fasilitas KITE/KITE IKM berupa pemberian fasilitas pembebasaan atau penundaan pembayaran bea masuk dan pajak impor lainnya terhadap pemasukan bahan baku asal impor yang diolah di dalam negeri, dimana produk barang jadinya akan diekspor.

"Kawasan berikat sebagian besar garmen. Bahan bakunya kain impor rol-rolan, kemudian produk yang sudah jadi diekspor sehingga tidak bayar pajak. Fasilitas diberikan untuk perusahaan yang ekspor sehingga bisa bersaing dengan pasar global. Barang lain seperti perhiasan, mainan, kertas, sepatu, tetapi dominan garmen," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement