Kamis 17 Sep 2020 23:35 WIB

Satgas Minta Sanksi Pelanggar Prokes Covid Bersifat Mendidik

Satgas harap sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan bersifat mendidik.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Bayu Hermawan
Petugas Satpol PP mengenakan rompi khusus kepada pelanggar aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Petugas Satpol PP mengenakan rompi khusus kepada pelanggar aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengapresiasi upaya pemerintah daerah (pemda) yang memberikan sanksi pada orang yang melanggar protokol kesehatan. Namun, Satgas berharap hukuman yang diberikan sebaiknya bersifat mendidik.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Sonny Harry B Harmadi mengapresiasi pemerintah daerah (pemda) terutama pemerintah provinsi (pemprov) DKI Jakarta yang telah berupaya untuk penegakan kepatuhan protokol kesehatan. Kemudian, dia melanjutkan, ketika ditemukan tindakan tidak patuh maka penertiban langsung dilakukan.

Baca Juga

"Tetapi saya ingin mengingatkan kembali bahwa bentuk sanksi yang diterapkan kepada masyarakat sebaiknya yang mendidik, misalnya pengetahuan mengenai penderita Covid-19 bisa mengalami apa. Ini yang perlu dipelajari," katanya saat bicara di konferensi virtual BNPB bertema "Mencari Formal Ideal Disiplin Protokol Kesehatan Saat Pandemi Covid-19", Kamis (17/9).

Dengan demikian, Sonny menambahkan, pelanggar protokol kesehatan bisa mendapatkan informasi mengetahui bahwa penyakit ini juga membahayakan. Sehingga kemudian kesadaran diantara para pelanggar akhirnya muncul setelah penegakan hukuman ini.

"Ini yang kami harapkan, muncul kesadaran dari diri sendiri bahwa menggunakan masker dan menjaga jarak dan mencuci tangan memakai sabun itu akan menyelamatkan dirinya dan orang lain," katanya.

Selain itu, ia meminta ketika operasi penertiban dilakukan hanya di tempat publik, bukan di tempat pribadi. Sebab, dia melanjutkan, masyarakat bisa merasa privasinya terganggu. 

Oleh karena itu, kedepannya pihaknya berencana akan membuatkan panduan yang jelas bagi gugus tugas yang di lapangan sehingga tidak terjadi salah persepsi. Ia juga meminta pemerintah daerah yang melakukan operasi penegakan aturan dan kepatuhan supaya memperhatikan tidak menciptakan kerumunan baru. Sebab, pihaknya khawatir upaya ini justru memunculkan penularan virus saat berkerumun. 

"Ketika menegakkan protokol kesehatan, maka kita sendiri juga harus menerapkan protokol kesehatan," ujarnya. 

Sebelumnya, Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono meminta pelanggar protokol kesehatan harus dihukum. Kendati demikian, hukuman yang diberikan harus edukatif. Pandu menilai masih terjadinya pelanggaran dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB) DKI Jakarta menandakan masyarakat belum menyadarinya.

"Jadi, dibutuhkan edukasi terlebih dahulu sampai masyarakat mengerti. Karena (edukasi untuk mencegah Covid-19) kan untuk jangka panjang, mungkin bisa sampai awal tahun depan, bukan hanya selama PSBB," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (16/9).

Terkait jenis hukuman yang mendidik, ia menyontohkan pelanggar PSBB bisa mengikuti kelas yang menjelaskan materi protokol kesehatan 3M yaitu menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan. Kemudian, dia melanjutkan, pelanggar ini baru bisa keluar dari kelas setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan dan berhasil lulus. 

"Sedangkan kalau tidak lulus, ya pelanggarnya bisa disuruh mendengarkan (materi) lagi," ujarnya.

Terkait ketentuan mengenai pelanggar yang harus membayar denda uang Rp 250 ribu karena tidak memakai masker, Pandu memandang hukuman ini tidak memiliki unsur edukasi. Ia menilai uang tersebut tidaklah besar untuk orang kaya.  "Kalau melanggarnya lebih dari sekali boleh lah diberikan hukuman denda uang ini," ujarnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement