Rabu 16 Sep 2020 21:20 WIB

Deputi BRG: Waspadai Kebakaran Hutan Kala Pandemi Covid-19

Provinsi riskan alami karhutla di antaranya Kalimantan Barat, Riau, dan Jambi.

Asap mengepul akibat kebakaran lahan, di Kerinci, Jambi (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/WAHDI SEPTIAWAN
Asap mengepul akibat kebakaran lahan, di Kerinci, Jambi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Deputi Badan Restorasi Gambut (BRG) Dr Haris Gunawan meminta semua pihak agar mewaspadai kebakaran hutan dan lahan gambut di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, hasil pantauan BRG, provinsi yang riskan mengalami kebakaran hutan dan lahan di antaranya Kalimantan Barat, Riau, dan Jambi karena tanah gambut di wilayah itu kering.

Karena itu, upaya pencegahan dengan pembasahan lahan, namun pemanasan global yang mempengaruhi musim kemarau yang cenderung lebih lama dari kondisi normal. Berkaitan dengan hal tersebut, lanjut dia, restorasi hutan dan lahan gambut terus dilakukan untuk mengeliminasi kebakaran di lapangan.

Baca Juga

Khusus capaian restorasi gambut 2016 - 2019 berdasarkan data BRG telah terbangun 23.015 unit Infrastruktur Pembasahan Gambut (IPG). Sedang luas wilayah non-konsensi terintervensi mencapai 782.301 hektare (ha) dan 442.656 ha lahan konsensi yang tersebar di tujuh provinsi di Indonesia.

Luas demplot revegetasi mencapai 1.113 ha dan terbentuk 532 Desa Peduli Gambut (DPG) dengan revitalisasi mata pencaharian masyarakat terdistribusi sebanyak 933 paket. "Selain itu, 28 KHG (kesatuan hidrologis gambut)terinventarisasi dengan metode sesuai Permen LHK 14/2017. Juga 28 KHG telah diusulkan zonasi fungsi Lindung dan Budaya," kata Haris pada webinar yang mengusung tema "Global Warming & COVID-19" yang digelar Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS), Rabu (16/9).

Selain Haris yang menjadi narasumber pada webinar itu, juga pengajar LPDS Warief Djajanto Basorie turut memberikan teknik peliputan terkait dampak pemanasan global dan Covid-19 di lapangan. Menurut dia, kedua persoalan itu sama pentingnya untuk memberikan informasi dan pencerahan pada masyarakat agar dampaknya dapat ditekan.

Peserta webinar terdiri dari para jurnalis, pemerhati lingkungan dan masyarakat umum dari Sumatera hingga Papua.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement