Rabu 16 Sep 2020 19:41 WIB

KPAI Sesalkan Kekerasan pada Anak Hingga Meninggal di Lebak

Korban adalah siswa kelas I SD yang sebelumnya mengenyam pendidikan anak usia dini.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati
Foto: Yogi Ardhi Republika
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sangat menyesalkan kasus kekerasan terhadap anak yang dipukul dengan sapu oleh orang tuanya hingga meninggal di Lebak. Anak dipukul karena sulit memahami pelajaran saat proses belajar di rumah.

"KPAI prihatin dengan kekerasan yang dilakukan orang tua yang keduanya berumur 24 tahun terhadap anaknya yang delapan tahun. Kasus ini menjadi pengingat bagi orang tua dan penyelenggara pendidikan untuk mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak selama proses belajar dari rumah," kata Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (16/9).

Baca Juga

Rita mengatakan, KPAI telah berkoordinasi dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Lebak terkait penegakan hukum kasus tersebut. KPAI juga berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak terkait pendampingan terhadap saudara kembar korban.

Menurut Rita, penting bagi orang tua untuk memahami kondisi psikologis dan fase tumbuh kembang anak. Korban adalah siswa kelas I sekolah dasar yang sebelumnya mengenyam pendidikan anak usia dini.

Anak mengalami kebosanan luar biasa selama pandemi Covid-19 sehingga perlu didampingi dan dibantu orang tua agar dapat menjalani proses pendidikan dan tumbuh kembang dengan baik. "Anak kelas I SD tentu memerlukan proses adaptasi dari jenjang PAUD ke sekolah dasar. Dalam situasi pandemi, anak masih beradaptasi untuk mengerti sekolahnya sudah berganti, begitu juga dengan teman dan guru-gurunya," tuturnya.

Selain itu, secara akademik, anak-anak juga mulai beradaptasi pada sistem yang lebih teratur dalam aspek akademik. Belum lagi tuntutan kemampuan baca tulis dan hitung yang sering kali dipaksakan.

Padahal secara kurikulum, ada penyederhanaan yang seharusnya diterapkan selama pandemi. "Orang tua tidak dapat memaksakan anak menurut sesuai keinginan orang tua. Bila mengalami kesulitan, sebaiknya orang tua berkoordinasi dan berkomunikasi dengan guru agar anak tidak menjadi korban," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement