Rabu 16 Sep 2020 09:14 WIB

Pacu Ekspor, Industri Jamu Diminta Tingkatkan Daya Saing

Asia, Afrika, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Serikat merupakan pasar ekspor jamu RI

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Minum jamu (ilustrasi)
Foto: Istimewa
Minum jamu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengimbau kepada industri jamu agar selalu meningkatkan daya saing berbagai produknya. Sekaligus mendukung keberadaan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) jamu.

Strategi itu dinilai krusial demi mengembangkan beragam produk jamu bagi pasar luar negeri. Apalagi, pandemi Covid-19 turut mengubah perilaku konsumen menjadi lebih sadar kesehatan.

Baca Juga

“Jamu modern untuk Pasar Indonesia, Asia, Afrika, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Serikat. Kita dapat mengubah momentum krisis ini menjadi lompatan kesempatan," ujar Agus dalam Webinar yang digelar oleh Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu) pada Selasa (15/9).

Ia menjelaskan, jamu merupakan salah satu keunggulan lokal yang berpotensi besar di pasar domestik dan luar negeri. Apalagi disrupsi yang terjadi selama pandemi Covid-19 ini telah menggeser perilaku dan pola konsumsi masyarakat dunia ke arah yang semakin sadar kesehatan.

"Dengan demikian, potensi jamu di masa depan bisa lebih menjulang,” kata Mendag.

Dari sisi peningkatan akses pasar, baik pasar ekspor maupun dalam negeri, ia melihat pelaku usaha jamu dapat menggencarkan pola distribusi omnichannel yang menggabungkan kekuatan saluran distribusi daring seperti marketplace, media sosial, dan situs web, dengan saluran distribusi luring yang konvensional.

Menurutnya, industri dalam negeri dapat mencontoh kejelian industri jamu dalam melihat peluang ekspor di tengah pandemi. Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun mengapresiasi inisiatif GP Jamu yang melihat peluang jamu di masa pandemi sebagai produk herbal asli Indonesia untuk diekspor ke mancanegara.

“Peran GP Jamu itu akan membantu gerak ekonomi dan perdagangan Indonesia. Di saat bersamaan menjaga masyarakat tetap sehat melalui konsumsi jamu,” tutur dia.

Agus juga menyampaikan, industri jamu Indonesia mampu menghadapi tantangan. “Industri jamu memiliki peran penting dalam perekonomian nasional dengan menyediakan lapangan kerja untuk tiga juta tenaga kerja," ujarn dia.

Tahun lalu, industri tersebut pun tumbuh 6 persen atau berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, dengan bahan baku yang kurang lebih 90 persen berasal dari dalam negeri, industri jamu dinilai akan memberikan multiplier effect signifikan dalam pertumbuhan perekonomian mulai dari sektor hulu hingga hilir.

Ia menyebutkan, di tengah pandemi Covid-19, sejumlah sektor mampu bertahan dari pandemi. Misal industri kimia, farmasi, dan obat tradisional tumbuh 8,65 persen pada kuartal kedua 2020, jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.

Sementara itu di sektor biofarmaka atau tanaman obat, nilai ekspor secara keseluruhan memang ikut terdampak pandemi. Pada periode Januari sampai Juli 2020, nilai ekspor produk biofarmaka sebesar 5,69 juta dolar AS. Nilai ini turun 12,60 persen dari nilai ekspor periode sama 2019 yang senilai 6,51 juta dolar AS.

Namun, kata Agus, peningkatan nilai ekspor di sejumlah kawasan tujuan ekspor memberi harapan untuk jenis produk biofarmaka. Pada periode Januari sampai Juli 2020, nilai ekspor produk biofarmaka ke kawasan Timur Tengah justru meningkat sebesar 511,41 persen menjadi 38,82 ribu dolar AS, meroket dari 6,35 ribu dolar AS pada periode sama 2019.

Kenaikan ekspor juga terjadi ke Amerika Serikat yang naik 8,36 persen dan Eropa 5,26 persen pada periode sama. Negara tujuan ekspor produk biofarmaka Indonesia pada periode Januari sampai Juli 2020 masih didominasi oleh India (52,83 persen), Singapura (7,82 persen), Jepang (6,25 persen), Vietnam (5,37 persen), dan Malaysia (4,98 persen).

Pada 2019, Indonesia menempati urutan ke-18 negara pengekspor biofarmaka ke dunia dengan pangsa pasar sebesar 0,62 persen. Pemasok biofarmaka dunia masih didominasi oleh India (34,88 persen), China (8,10 persen), dan Belanda (7,16 persen).

“Hal ini menyadarkan kita potensi produk biofarmaka nasional, seperti jamu, yang bahan bakunya berlimpah di dalam negeri ini perlu kita optimalisasi. Munculnya India sebagai pemain utama biofarmaka dunia di satu sisi, dan kenyataan ekspor bahan biofarmaka nasional yang lebih dari separuhnya ditujukan ke India, secara tidak langsung menunjukkan struktur industri jamu nasional sekaligus potensi pasar yang dapat kita manfaatkan pada tataran global di sektor ini,” jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement