Selasa 15 Sep 2020 19:32 WIB

Carrie Lam: 12 Orang Ditangkap China Bukan Aktivis Demokrasi

Lam menuduh mereka ingin lari dari Hong Kong karena terlibat persoalan hukum.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
 Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam.
Foto: AP/Kin Cheung
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan, bahwa 12 warga Hong Kong yang ditangkap oleh otoritas China bukanlah aktivis pro demokrasi. Dia menegaskan bahwa para tahanan tersebut harus menghadapi keadilan di China daratan.

"Alasan mereka meninggalkan Hong Kong tampaknya karena mereka melarikan diri dari tanggung jawab hukum," kata Lam pada konferensi pers pekanannya seperti dikutip laman Aljazirah, Selasa.

Baca Juga

"Saya ingin meluruskan, karena individu lokal dan luar negeri tertentu mencoba mengalihkan perhatian, menggambarkan mereka sebagai aktivis demokrasi yang tertindas," ujar Lam menambahkan.

Komentar Lam muncul setelah kerabat dari sejumlah tahanan menyerukan agar mereka kembali ke Hong Kong. Mereka juga memohon kepada pihak berwenang untuk mengizinkan 12 tahanan tersebut berkonsultasi dengan pengacara yang ditunjuk oleh keluarga mereka, dan bukan yang ditunjuk oleh pemerintah China.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo juga telah menyatakan keprihatinan yang mendalam atas penangkapan tersebut. Pompeo menyebut para tahanan sebagai "aktivis demokrasi".

Sekurangnya 12 orang ditahan pada 23 Agustus ketika diduga berusaha melakukan perjalanan ke Taiwan dengan perahu melalui laut. Sebuah pernyataan dari biro keamanan publik di Shenzhen, kota di China selatan mengatakan, 12 warga orang Hong Kong yang berusia 16 hingga 33 tahun berada di bawah penahanan kriminal wajib karena masuk secara ilegal ke China daratan.

Penangkapan tersebut terjadi di tengah tindakan keras terhadap aktivis pro-demokrasi di Hong Kong, termasuk beberapa penangkapan berdasarkan undang-undang keamanan nasional baru yang menghukum apa pun yang dianggap Beijing sebagai pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing.

Pada Senin (14/9), Biro Keamanan Hong Kong mengatakan, bahwa 12 orang itu dicurigai melakukan kejahatan di Hong Kong. Sepuluh dari mereka telah dituduh melakukan pelanggaran seperti pembuatan atau kepemilikan bahan peledak, pembakaran, kerusuhan, penyerangan polisi atau kepemilikan senjata ofensif. Sepuluh orang itu telah dengan jaminan dan tidak diizinkan meninggalkan Hong Kong.

Salah satu dari 12 orang itu juga diduga berkolusi dengan pasukan asing di bawah undang-undang keamanan nasional. Pers Bebas Hong Kong mengidentifikasi pria itu adalah Andy Li. Pers mengatakan bahwa dia adalah seorang aktivis dan di antara mereka yang ditangkap selama penangkapan massal pada 10 Agustus.

Kementerian luar negeri China sebelumnya menyebut kelompok itu separatis. Juru bicara kementerian luar negeri, Hua Chunying di Twitter mengatakan, bahwa 12 yang ditahan bukanlah aktivis demokrasi, tetapi elemen yang berusaha untuk memisahkan #HongKong dari China.

Sementara itu, di sisi lain pihak berwenang di Hong Kong telah mendesak Taiwan untuk mengembalikan lima warga Hong Kong yang meninggalkan Hong Kong dengan perahu pada bulan lalu dan dijemput oleh penjaga pantai Taiwan di Laut Cina Selatan.

"Kami mendesak Taiwan untuk mengambil tanggung jawab menangani kejahatan lintas batas," demikian bunyi pernyataan biro keamanan publik Hong Kong.

"Jika mereka diduga melakukan kejahatan di Hong Kong, jangan menyembunyikan penjahatnya," ujar pernyataan itu menambahkan.

Taiwan merupakan sebuah pulau dengan pemerintahan sendiri yang demokratis. Taiwan juga telah membuka pintunya bagi orang-orang dari Hong Kong. Namun para pejabat di sana mengatakan siapa pun yang masuk harus melakukannya secara legal, meskipun perbatasannya sebagian besar ditutup karena langkah-langkah pencegahan virus Corona.

Kantor Berita Pusat resmi Taiwan melaporkan pada Ahad malam lalu bahwa lima orang memiliki hak dasar termasuk akses ke pengacara. Namun demikian, Pemerintah Taiwan menolak mengomentari kasus itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement