Selasa 15 Sep 2020 19:15 WIB

China: Kami akan Terus Dukung Kemerdekaan Palestina

China apresiasi normalisasi hubungan UEA dan Bahrain dengan Israel.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Tentara Israel berdebat dengan warga Palestina selama protes di Tepi Barat, di desa Yatta, dekat Hebron, 21 Agustus 2020. Warga Palestina memprotes perjanjian perdamaian untuk membangun hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Tentara Israel berdebat dengan warga Palestina selama protes di Tepi Barat, di desa Yatta, dekat Hebron, 21 Agustus 2020. Warga Palestina memprotes perjanjian perdamaian untuk membangun hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China mengapresiasi normalisasi diplomatik yang dilakukan Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain. Namun Beijing menegaskan akan terus mendukung pembentukan negara Palestina.

"Kami senang melihat langkah-langkah yang membantu mengurangi ketegangan di Timur Tengah dan mempromosikan perdamaian dan stabilitas regional. Kami berharap pihak terkait dapat melakukan upaya konkret untuk membawa masalah Palestina kembali ke jalur dialog dan negosiasi sedini mungkin," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Cina Wang Wenbin pada Senin (14/9), dikutip laman resmi Kemlu Cina.

Baca Juga

Wang mengatakan posisi China dalam masalah Palestina konsisten dan jelas. "Kami akan terus mendukung dengan tegas rakyat Palestina dalam upaya mereka yang adil guna memulihkan hak-hak mereka yang sah dan mendirikan negara merdeka. China akan terus memainkan peran yang positif dan konstruktif hingga saat ini," ujarnya.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah bin Zayed, dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid Al Zayani diagendakan menandatangani perjanjian damai di Gedung Putih pada Selasa (15/9). Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menyaksikan proses penandatanganan bersejarah tersebut.

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mendesak negara-negara Arab memboikot acara seremonial penandatanganan perjanjian normalisasi tersebut. Shtayyeh mengatakan penandatanganan itu merupakan "hari hitam" dalam sejarah bangsa Arab. "Hari ini akan ditambahkan ke kalender penderitaan Palestina dan kalender kekalahan Arab, karena memberikan pukulan maut kepada Inisiatif Perdamaian Arab serta solidaritas Arab," katanya pada Senin, dilaporkan laman kantor berita Palestina WAFA.

UEA dan Israel menyepakati perjanjian normalisasi hubungan diplomatik pada 13 Agustus lalu. Itu merupakan kesepakatan perdamaian pertama yang dicapai Israel dengan negara Arab dalam 26 tahun. Tel Aviv terakhir kali menandatangani perjanjian semacam itu pada 1994 dengan Yordania.

Pada Jumat (11/9) pekan lalu, Israel pun berhasil mencapai kesepakatan normalisasi hubungan diplomatik dengan Bahrain. Netanyahu sangat menyambut tercapainya hal tersebut. Jika sebelumnya Israel membutuhkan waktu 26 tahun untuk melakukan normalisasi dengan UEA, kali ini hanya diperlukan 29 hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement