Selasa 15 Sep 2020 04:43 WIB

Sejarah Darul Arqam: Wadah Penggemblengan para Sahabat

Rasulullah SAW menyampaikan dakwah dengan metode ilmiah.

Sejarah Darul Arqam: Wadah Penggemblengan para Sahabat
Foto: saharamet.org
Sejarah Darul Arqam: Wadah Penggemblengan para Sahabat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahirannya, Nabi Muhammad saw menerima wahyu untuk pertama kalinya di gua Hira. Wahyu pertama berupa lima ayat Surat Al-Alaq yang berupa perintah serta seruan untuk membaca. Wahyu pertama ini jelas belum menyuruh Muhammad untuk menyeru umat manusia kepada suatu agama dan belum memberitakan bahwa beliau diangkat menjadi utusan.

Akan tetapi ayat-ayat tersebut memberikan kesan luar biasa kepada beliau. Oleh sebab itu beliau kembali ke rumah dengan tubuh yang gemetar.

Baca Juga

Pada suatu hari beliau mendengar suara dari langit, maka tampaklah malaikat Jibril oleh beliau. Tubuh beliau merasa gemetar. Beliau segera pulang ke rumah dan pergi tidur seraya berkata kepada istrinya Khadijah ra “Selimutilah aku!” kemudian malaikat Jibril menyampaikan wahyu untuk yang kedua kalinya:

“Hai orang yang berselimut, bangunlah dan berilah peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, pakaianmu bersihkanlah dan segala yang keji tinggalkanlah. Jangan memberi dengan harapan mendapat balasan yang lebih banyak, dan demi Tuhanmu bersabarlah.”

Ayat inilah yang mula-mula menyuruh Nabi menyeru kepada agama Allah. Dengan demikian mulailah periode baru yaitu periode seruan kepada agama Islam dalam kehidupan Rasulullah saw.

Pada periode ini Rasulullah saw berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi. Awal mulanya beliau menyeru keluarga dan kawan-kawan terdekat, yang beliau serukan ialah pokok-pokok ajaran Islam yaitu seruan untuk beriman kepada Allah swt serta meninggalkan pemujaan terhadap berhala.

Namun dalam perjalanan dakwahnya, ada beberapa faktor yang mendorong kaum musyrikin menentang ajaran Islam. Faktor-faktor yang menjadi penyebab kaum musyrikin tidak mau menerima ajaran Rasulullah saw ialah latar belakang sikap kepribadian dan kehidupan bangsa Arab. Dapat kita simpulkan faktor-faktor itu antara lain sebagai berikut:

Pertama, terjadinya perebutan pengaruh dan kekuasaan antara suku-suku Quraisy. Bani Abdisy Syams selalu bersaing dengan suku Bani Hasyim. Mengakui Muhammad sebagai Nabi dan Rasul berarti tunduk kepada Bani Hasyim karena beliau berasal dari Bani Hasyim.

Kedua, Islam mengajarkan kesamaan kedudukan antar sesame manusia. Padahal orang Makkah sangat membanggakan keturunan dan suku. Oleh sebab itu kaum musyrikin enggan memeluk agama Islam, sebab hal itu dianggap meruntuhkan derajat mereka.

Ketiga, Paham sekular dan materialistis dari kaum Quraisy Makkah sukar menerima ajaran tentang adanya hari pembalasan. Pikiran dan akal mereka tidak mampu menerima keterangan bahwa manusia bila sudah mati dan membusuk badannya akan dapat dihidupkan kembali pada hari pembalasan.

Keempat, taklid kepada nenek moyang merupakan paham tradisional yang sudah mandarah daging. Mereka sangat terikat oleh kepercayaan nenek moyang yang bersifat politistik. Bila ada orang yang mengajarkan paham monoteistis dianggap memecah persatuan bangsa dan merusak tradisi nasional nenek moyang. Mereka tidak mau menggunakan rasio mengenai hal-hal yang menyangkut tradisi nenek moyang, meskipun hal tersebut sangat bertentangan dengan akal sehat.

Kelima, memperniagakan patung merupakan bisnis yang sangat menguntungkan bagi mereka. Setiap tahun sekali suku-suku dari luar kota Makkah mengunjungi Makkah pada musim haji. Orang Arab menggambarkan patung sebagai dewa mereka. Patung itu dijual kepada jamaah haji untuk dijadikan jimat. Agama Islam melarang penyembahan selain kepada Allah. Maka orang musyrik mengkhawatirkan jika Makkah menjadi sepi, tidak ada lagi turis atau jamaah haji yang datang untuk berdagang dan membeli patung berhala bikinan orang Makkah.

 

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement