Jumat 11 Sep 2020 22:59 WIB

Ekspor Produk Kayu Olahan Masih Punya Ruang Ditingkatkan

Ekspor produk kayu dan olahan ke Jepang menurun pada Semester I 2020

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah pekerja mengolah kayu. Peningkatan ekspor produk kayu olahan ke Jepang dinilai masih dapat ditingkatkan. Pasalnya, Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat di pasar Jepang untuk produk kayu dan menempati posisi eksportir terbesar kedua setelah Cina.
Foto: SENO/ANTARA
Sejumlah pekerja mengolah kayu. Peningkatan ekspor produk kayu olahan ke Jepang dinilai masih dapat ditingkatkan. Pasalnya, Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat di pasar Jepang untuk produk kayu dan menempati posisi eksportir terbesar kedua setelah Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peningkatan ekspor produk kayu olahan ke Jepang dinilai masih dapat ditingkatkan. Pasalnya, Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat di pasar Jepang untuk produk kayu dan menempati posisi eksportir terbesar kedua setelah Cina.

Kuasa Usaha Ad-Interim KBRI Tokyo, Tri Purnajaya, mengatakan, Pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini telah memukul perdagangan dan perekonomian hampir di semua Negara, tidak terkecuali Japang dan Indonesia.

Karena itu, peningkatan ekspor sektor usaha kehutanan tentunya akan berperan penting dalam pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19. Tri mengatakan, KBRI Tokyo siap bermitra untuk mendukung peningkatan ekspor produk kayu olahan Indonesia khususnya plywood ke Jepang melalui peningkatan teknologi dan diversifikasi produk. 

“Kebutuhan akan kayu lapis yang tinggi di Jepang telah menjadikan Jepang sebagai mitra strategis Indonesia di bidang kehutanan," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (11/9).

Ia menyampaikan bahwa total ekspor komoditas kehutanan Indonesia ke Jepang pada tahun 2019 mencapai 1,55 miliar dolar As. Di mana, Indonesia termasuk 5 besar pemasok kayu terbesar ke Jepang, khususnya untuk HS 44 (komoditas kayu dan olahan kayu) dengan market share 8,21 persen.

Namun demikian, pandemi yang melanda dunia saat ini tidak dapat dipungkiri telah memukul perdagangan dunia dan menghadirkan tantangan tersendiri. Tercatat, impor komoditas kayu dan olahannya dari Indonesia ke Jepang per Semester I 2020 mengalami penurunan sebesar 4,34 persen atau mencapai 20,38 juta dolar AS. “Penurunan nilai perdagangan kayu ini tidak hanya dirasakan oleh Indonesia saja, namun juga oleh negara pengekspor kayu lainnya seperti RRT, Kanada, Filipina dan juga Malaysia," ungkapnya.

Kendati demikian, pihaknya optimis seiring demand di Jepang yang masih tinggi untuk produk kayu dan olahannya, nilai perdagangan kayu Indonesia dan Jepang dapat meningkat lagi ke depannya.

“Masih terdapat sejumlah produk plywood yang meningkat permintaannya di Jepang, selain itu juga produk-produk kehutanan Indonesia lainnya pun berpeluang sangat besar masuk ke pasar Jepang seperti furniture, kertas dan kertas karton serta pulp dari kayu," kata dia.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) sekaligus Ketua Forum  Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI), Indroyono Soesilo menyampaikan bahwa akibat pandemi, ekspor produk kehutanan Indonesia ke Jepang mengalami penurunan.

“Ekspor produk kehutanan kita ke Jepang periode Januari – Agustus 2020 sebesar 785 juta dolar AS, artinya terjadi penurunan sebesar 11 persen  dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 882 juta dolar AS,” ungkap Indroyono.

Lebih lanjut Indroyono menegaskan bahwa sebetulnya ekspor kayu Indonesia ke Jepang sudah hampir rebound pada bulan April yang lalu dimana penurunan ekspor kita sudah tinggal persen. Namun, bulan Mei kembali menurun, dan Juli ke Agustus menurun tajam.

Perwakilan Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo), Handjaja menyampaikan,  Indonesia adalah eksportir kayu lapis nomor dua terbesar di Dunia setelah China, dengan nilai ekspor kayu lapis keseluruh Dunia mencapai 1,7 miliar dolar AS di tahun 2019, dimana devisa sebesar 635 juta dolar AS diperoleh dari ekspor ke Jepang.

Di Jepang sendiri,  produk kayu lapis Indonesia harus bersaing dengan Produk impor yang datang dari Tiongkok, Malaysia dan Filipina.

“Plywood kita mendapatkan tempat khusus di pasar Jepang, mengingat plywood kita memenuhi kualitas yang dipersyaratkan (JAS Factory), selain itu juga plywood kita mempunyai nilai lebih karena memiliki sertifikat legalitas kayu (SVLK) dimana bahan bakunya berasal dari hutan yang dikelola secara lestari” ujar Handjaya.

Sementara itu,  Direktur Eksekutif Asosiasi Importir kayu Jepang (JLIA), Kiyotaka Okada, mengatakan, ada peluang Indonesia mengingat ekspor kayu lapis dari Malaysia dan Filipina ke Jepang cenderung menurun karena negara-negara tadi kesulitan bahan baku.

Dalam hal ini, para pengusaha kayu lapis Indonesia mengharapkan kiranya kebijakan impor mesin tidak baru untuk industri kayu lapis, yang tengah disiapkan Pemerintah, dapat segera terbit sehingga dapat membalikan ekspor produk kayu lapis Indonesia kearah yang positif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement