Jumat 11 Sep 2020 18:38 WIB

Mahasiswa UNS Rancang Alat Bantu Dengar-Bicara Disabilitas

Alat bantu dengar sudah banyak. Namun, mayoritas disabilitas rungu tak menyukainya.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Fernan Rahadi
disabilitas (ilustrasi)
Foto: www.langitperempuan.com
disabilitas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menciptakan rancangan alat bantu dengar dan belajar bicara bagi disabilitas. Alat tersebut diciptakan sekaligus untuk mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Ramah Difabel.

Keempat mahasiswa UNS tersebut yakni, Andayani Yuwana Sari asal Sekolah Vokasi (SV) UNS, Henry Probo Santoso asal Fakultas Teknik (FT) UNS, Rizqi Misbkahus Suroya asal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS, dan Ahmad Baktiar Kris Aziz asal Sekolah (SV) UNS. 

Dengan dibimbing dosen dari Program Studi (Prodi) Teknik Elektro FT UNS, Feri Adriyanto, inovasi yang mereka ciptakan berhasil meraih dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2020 senilai Rp 4,5 juta dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

"Ide tersebut berawal dari masih banyaknya disabilitas rungu yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan kurang efektifnya alat bantu dengar yang digunakan menjadikan kami menciptakan alat tersebut," kata salah satu anggota tim, Andayani Yuwana Sari, seperti tertulis dalam siaran pers, Kamis (10/9).

Dia mengatakan, alat bantu dengar bagi disabilitas rungu sebenarnya sudah banyak. Namun, mayoritas disabilitas rungu tidak begitu menyukainya. Alasannya, saat digunakan alat bantu dengar tersebut menimbulkan distorsi, membuat telinga sakit, telinga terasa berdengung, serta bising ketika mendengar banyak suara.

Andayani menerangkan, tim dari Swinburne University, Melbourne tengah mengembangkan aplikasi GetTalking yang dirancang untuk bayi yang lahir dengan disabilitas rungu dan menerima implan koklea.

Nantinya, anak tersebut akan menerima implan aplikasi untuk membantu kesulitan dalam menghubungkan suara yang didengar dengan suara yang keluar dari mulutnya. Namun, Andayani mengatakan aplikasi ini masih membutuhkan waktu yang lama. Sebab keterbatasan kata dan kalimat dalam aplikasi tersebut yang harus menyesuaikan perkembangan kemampuan bicara bayi.

Andayani menerapkan bentuk alat tersebut berupa headband yang tersusun dari deretan modul getar dan akan disambungkan ke Google Assistant pada ponsel cerdas Android. Dengan demikian, setiap suara yang diterima oleh Google Assistant akan dikirimkan ke alat dan diubah menjadi pola getaran.

Melalui pola getaran, disabilitas rungu akan mendapat pengalaman dalam mengenali suara sehingga mereka bisa belajar mendengar dan bicara berdasar pola getaran yang terbentuk. Manfaat dari alat ini dapat memudahkan disabilitas rungu dalam berkomunikasi. Di samping itu, alat ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah Indonesia dalam mengatasi permasalahan pengendalian faktor resiko dan penguatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kesehatan kepada masyarakat, dan mendukung Program Indonesia Ramah Difabel. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement