Kamis 10 Sep 2020 21:24 WIB

DHN MUI Menyayangkan Marak Beredar Logo Halal Abal-abal

Perlunya meningkatkan literasi konsumen untuk melihat logo halal yang sesuai UU.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Fakhruddin
DHN MUI Menyayangkan Marak Beredar Logo Halal Abal-abal. Wakil Sekertaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
DHN MUI Menyayangkan Marak Beredar Logo Halal Abal-abal. Wakil Sekertaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretaris Dewan Halal Nasional (DHN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, mengatakan bahwa ia menyayangkan tentang maraknya logo halal yang abal-abal. Hal itu diungkapkannya menanggapi pernyataan Ketua Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah tentang Makanan Halal dan Higienis DPRD Kota Semarang, Sugi Hartono, yang mengungkapkan banyak orang yang tertipu logo halal abal-abal pada bahan pangan yang dijual bebas.

Menanggapi itu, Amirsyah mengatakan perlunya meningkatkan literasi konsumen untuk melihat logo halal yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Logo halal MUI memiliki gambar bentuk bulat dengan tulisan 'Majelis Ulama Indonesia' dan bentuk bulat warna hijau di bagian tengah disertai tulisan Arab 'Halal'. Selain itu, menurutnya, perlunya penegakan hukum sesuai Undang-undang (UU) Perlindungan Konsumen terkait banyaknya orang yang tertipu logo halal abal-abal pada suatu bahan pangan.

"Perlu penegakan hukum bersamaan dengan pentingnya edukasi dan sosialisasi," kata Amirsyah, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Kamis (10/9).

Amirsyah menambahkan, pelaku usaha yang mencantumkan logo halal abal-abal dapat dipidana karena melanggar Pasal 8 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Di antaranya, menjelaskan poin di mana pelaku usaha tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan 'halal' yang dicantumkan dalam label. Dalam hal ini, ia menekankan bahwa pelaku usaha maupun konsumen harus berkomitmen menjalankan amanat UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Salah satu pasal dalam UU tersebut, Pasal 25 misalnya menyebutkan bahwa pelaku usaha harus mencantumkan label Halal terhadap produk yang telah mendapat sertifikat halal. Namun, pada Pasal 26 juga disebutkan, bahwa pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produk jika bahan produk tersebut berasal dari bahan yang diharamkan.

Sementara itu, Kepala Bidang Pengawasan Jaminan Produk Halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Harjo Suwito, mengatakan pihaknya telah melakukan pengawasan label halal terhadap produk yang telah dikeluarkan sertifikat halalnya oleh MUI dengan menggunakan label halal MUI.

"Tetapi label halal abal-abal itu seperti apa? Memang tulisan halal menurut Peneliti HAKI di Kementerian Hukum dan HAM, masyarakat boleh-boleh saja menulis karena itu tulisan Arab yang siapa saja boleh menulis, tetapi kalau label halal itu merupakan hak cipta maka dilindungi undang-undang," kata Harjo, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id.

Ia menambahkan, bahwa label halal dapat dicantumkan dalam kemasan sebuah produk apabila telah mendapatkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh MUI sebelum terbentuknya BPJPH. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2019, ada penahapan proses sertifikasi produk makanan dan minuman. Sehingga, menurutnya, yang belum bersertifikasi halal dilakukan pembinaan sampai dengan 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement