Kamis 10 Sep 2020 21:16 WIB

PSBB Total Jakarta, DMI: Sebaiknya Sholat di Rumah

DMI tidak bisa melarang untuk sholat di masjid.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Fakhruddin
PSBB Total Jakarta, DMI: Sebaiknya Sholat di Rumah (ilustrasi).
PSBB Total Jakarta, DMI: Sebaiknya Sholat di Rumah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni menyampaikan sebaiknya warga Muslim di DKI Jakarta dan sekitarnya melaksanakan ibadah sholat wajib di rumah. Imbauan ini disampaikan menyusul penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Pemprov DKI Jakarta pada Senin 14 September.

"Sebaiknya sholat di rumah. Tetapi DMI tidak bisa melarang untuk shalat di masjid. Kalau ingin sholat di masjid, maka harus benar-benar menjalankan prinsip protokol kesehatan. Tanpa itu, sebaiknya di rumah," tutur dia kepada Republika.co.id, Kamis (10/9).

Imam mengingatkan agar pengurus masjid mengatur secara ketat protokol kesehatan jika ingin tetap beribadah di masjid. Misalnya, menyediakan tempat cuci tangan, mewajibkan jamaah menggunakan masker dan membawa sajadah sendiri, menggulung karpet masjid, dan mengatur jaga jarak pada setiap shaf.

"Masjid juga harus rajin mengumumkan lewat pengeras suara secara berkala, ya minimal lima kali sehari, untuk membangun kesadaran masyarakat di sekitar masjid agar tetap menjaga kesehatan dirinya dan lingkungan," katanya.

Menurut Imam, masjid-masjid di Jakarta dan sekitarnya sudah memiliki kesiapan dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Kesadaran masjid beserta takmir dan warga juga mulai terbangun. Ini terlihat dari adanya fasilitas tempat cuci tangan, tanda pengingat untuk tetap jaga jarak, dan instrumen lain di banyak masjid di Jakarta.

"Tak hanya di Jakarta tetapi juga di Banten dan Jabar yang menjadi episentrum. Jadi, masjid secara umum sudah taat asas dalam pengertian kepatuhan pada protokol kesehatan. Instrumen untuk itu juga sudah tersedia, masyarakat juga sudah terfasilitasi," tutur dia.

Soal shalat Jumat, Imam mengatakan, jika protokol kesehatan di masjid diatur secara ketat, maka bisa dilaksanakan dengan membagi jamaah ke dalam beberapa gelombang agar tidak terjadi kerumunan dan untuk menjaga jarak fisik. Dia menyadari, sholat Jumat secara bergelombang sempat menuai perdebatan. Tetapi menurutnya, dasar penolakan shalat Jumat secara bergelombang itu tidak melihat bahaya pandemi Covid-19 sekarang ini.

"Saat ini, dengan jaga jarak itu, efek pengurangan jamaah itu betul-betul terjadi, sampai menyisakan 40 persen jumlah jamaahnya," jelasnya.

Meski begitu, Imam juga mengingatkan kaidah bahwa menghindari sesuatu yang lebih buruk itu jauh lebih penting ketimbang mengambil maslahat. "Ke masjid itu baik, tetapi kalau kemungkinannya menjadi buruk, ya di rumah tentu lebih baik. Karena itu, ketika ada Muslim yang memilih untuk tetap beribadah di rumah maka harus tetap dihargai," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement