Kamis 10 Sep 2020 18:24 WIB

Kisah Cinta Perempuan Korut yang Melarikan Diri ke Korsel

Lebih dari 70 persen warga Korut yang melarikan diri ke Korsel adalah wanita.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Qommarria Rostanti
Kim Seo-hyun melarikan diri dari Korut, kemudian menikah dengan pria Korsel bernama Lee Jeong-sup.
Foto: www.freepik.com
Kim Seo-hyun melarikan diri dari Korut, kemudian menikah dengan pria Korsel bernama Lee Jeong-sup.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Di tepi pantai, seorang perempuan bernama Kim Seo-hyun mengaku kepada kekasihnya, Lee Jeong-sup, bahwa dia berasal dari Korea Utara (Korut). Dia melarikan diri dari Korut sekitar satu dekade lalu.

Lee yang berasal dari Korea Selatan (Korsel) merespons pengakuan kekasihnya itu dengan candaan. "Apakah kamu seorang mata-mata?," ujarnya. Baginya, tak ada yang salah dengan asal-usul Kim. 

Pada Maret lalu, Lee melamar Kim. Mereka menikah di Seoul pada Juni 2020. Tentu saja keluarga Kim yang masih berada di Korut tidak hadir.

Kim mengatakan suaminya adalah segalanya. Kim tidak memiliki orang lain di Korsel. "Dia (Lee) mengatakan kepada saya bahwa dia akan berperan tidak hanya sebagai suami, tetapi juga orang tua saya," kata wanita berusia 33 tahun itu.

Saat ini, kondisi seperti itu semakin umum. Dilansir di di Japan Times, Rabu (9/9), lebih dari 70 persen dari 33 ribu warga Korut yang melarikan diri ke Korsel adalah wanita. Tidak ada angka resmi tentang berapa banyak perempuan Korut yang menikah dengan pria Korsel. Namun survei pada 2019 terhadap 3.000 warga Korut yang tinggal di Korsel menunjukkan bahwa 43 persen wanita yang sudah menikah tinggal dengan suami Korsel itu naik 19 persen dari 2011.

Perempuan-perempuan itu berjuang untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan kapitalistik yang serba cepat di Korsel. Mereka juga menghadapi diskriminasi, bias, dan kesepian.

Beberapa responden mengatakan, mereka ingin menikah dengan pria Korsel karena dianggap akan membantu menjalani kehidupan baru yang terkadang membingungkan. "Saya merasa pernikahan membuat saya menyesuaikan diri dengan masyarakat ini lebih dalam, tanpa terlalu banyak kerja keras," ujar Hwang Yoo-jung (37 tahun) yang menikah pada 2018.

Jumlah perusahaan perjodohan yang mengkhususkan diri dalam memasangkan wanita Korut dengan pria Korsel mengalami ledakan. Ada kenaikan 20 persen hingga 30 persen dibandingkan pada pertengahan 2000-an.

"Saya merasakan pencapaian yang besar dari pasangan ini karena saya juga datang ke sini sendirian dan mengetahui (penderitaan) pengungsi lain," kata Kim Hae-rin, yang menjalankan agen perjodohan di Seoul.

Perusahaan perjodan biasanya membebankan biaya sebesar 3 juta won (Rp 3 juta) pada pria Korsel untuk beberapa kencan buta dalam setahun. Sementara kebanyakan wanita tidak dikenakan biaya.

Kim Seo-yun menjalankan perusahaan bernama Unikorea, meskipun dia bertemu dengan suaminya, Lee Jeong-sup, pada jamuan makan malam yang diatur oleh seorang teman. "Ketika saya berbicara dengannya, saya merasa kami dapat mengembangkan hubungan khusus," ujar Lee (32 tahun) yang bekerja untuk sebuah perusahaan makanan.

Lee tidak mempermasalahkan dari mana istrinya berasal. "Saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan baik-baik saja selama dia belum menikah sebelumnya, bayi rahasia, atau memiliki catatan kriminal," kata Lee. Setelah menikah, Lee mencoba mengurangi penggunaan kata-kata serapan bahasa Inggris yang disukai di Korsel saat berbincang dengan istrinya.

Seorang peneliti di sebuah lembaga swasta yang mempelajari masalah kesehatan di Korut, Ahn Kyung-su, mengatakan beberapa pembelot Korut yang diwawancarai mengatakan suami mereka terkadang memandang rendah dan menyiksa mereka. Bagi banyak wanita yang melarikan diri ke Korsel, ada juga rasa sakit hati yang melekat karena dipisahkan dari keluarga yang ditinggalkan di Korut.

Kim merindukan orang tua dan adik perempuannya di Korut. Dia berharap bisa bersatu kembali dengan mereka suatu hari nanti. Dia mengatakan ibunya kadang-kadang meneleponnya dari gunung tempat dia membayar perantara untuk penggunaan ponsel ilegal China. Ketika ibunya meneleponnya pada Maret, Kim menceritakan tentang rencana pernikahannya.

Pada awal Juni, ibunda Kim menelepon Lee untuk mengobrol satu menit. Lee tidak benar-benar mengerti apa yang dikatakan calon ibu mertuanya karena aksen Korut yang kuat. Setelah mendengar rekaman, Kim memberi tahu Lee bahwa ibunya memintanya untuk menjaga putrinya.

"Sekarang, suamiku mengisi hatiku. Ibu mertua dan adik iparku memperlakukanku dengan baik. Saya seperti memiliki pendukung kuat dalam hidup dan saya bahagia sekarang," ujar Kim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement