Kamis 10 Sep 2020 16:12 WIB

Mesir: Kami tak Tinggal Diam Lihat Ambisi Turki di Kawasan

Mesir sebut Turki melakukan praktik-praktik yang memperpanjang konflik di kawasan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: Turkish Presidency via AP, Pool
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mengatakan negaranya telah memantau tindak tanduk Turki di kawasan. Dia menyebut Mesir tidak akan berdiam diri menghadapi ambisi Turki, terutama di Libya, Suriah, dan Irak.

"Kami telah melihat dan memantau, intervensi Turki untuk menggoyahkan Libya, yang melibatkan praktik yang memperpanjang konflik, tidak hanya di Libya, tetapi di seluruh kawasan. Ini termasuk keterlibatan Turki yang terdokumentasi dalam mengangkut tentara bayaran dan teroris dari wilayah Suriah, dalam upaya untuk menciptakan kembali kondisi yang dibangun Turki di Suriah di front Libya," kata Shoukry pada Rabu (9/9), dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

Dia menegaskan Mesir tidak akan tinggal diam menghadapi sepak terjang Turki. Ia menyebut ambisi Turki di Irak utara, Suriah dan Libya. Mesir, tegas Shoukry, tidak akan berdiam diri dengan 'tangan terikat'.

"Alih-alih, kami mengambil sikap, ketika kami menyatakan garis depan Sirte-Jufra sebagai garis merah, kami tidak akan menerima siapa pun untuk menyeberang tanpa memandang identitas mereka, dan kami berterima kasih kepada negara-negara Arab yang bersaudara atas dukungan kuat mereka," ucapnya.

Mesir dan Turki memang memihak kubu yang berbeda dalam konflik Libya. Ankara mendukung Government of National Accord (GNA), yakni pemerintahan Libya yang diakui PBB. Sementara Kairo menyokong Libyan National Army (LNA) pimpinan Jenderal Khalifa Haftar.

Pada 20 Juli parlemen Mesir telah menyetujui permintaan Presiden Abdul Fattah al-Sisi untuk mengirim pasukan ke Libya. Hal itu akan secara langsung membuat Mesir berhadapan dengan Turki. Bulan sebelumnya Sisi telah memperingatkan agar pasukan GNA tidak melewati garis depan Sirte dan Al-Jufra. Kedua wilayah itu dianggap merupakan garis merah bagi Mesir.

Selama setahun belakangan, LNA telah melancarkan serangan ke basis GNA di Tripoli. Namun beberapa pekan terakhir, GNA, dengan bantuan Turki berhasil memukul mundur pasukan LNA dan merebut kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai  LNA. Mereka bahkan berhasil menguasai Tarhuna, benteng terakhir LNA di Libya barat. GNA terus mendesak LNA hingga ke kota pesisir Sirte.

Mesir selaku pendukung LNA sempat menyerukan gencatan senjata. Khalifa Haftar yang posisinya tengah terdesak segera menyetujuinya. Namun Turki dan GNA menolak seruan tersebut. Mereka menilai seruan itu hanya taktik setelah LNA mengalami kekalahan telak dalam pertempuran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement