Kamis 10 Sep 2020 14:39 WIB

Fairuz: Diva dan Legenda Musik Arab dari Beirut

Dia sangat mencintai Lebanon dan mendukung perjuangan Palestina.

Diva Lebanon Fairouz, salah satu penyanyi paling dicintai dunia Arab selama beberapa dekade, tampil di festival tahunan Beiteddine di wilayah Chouf 31 Juli 2001.
Foto: ahram.org
Diva Lebanon Fairouz, salah satu penyanyi paling dicintai dunia Arab selama beberapa dekade, tampil di festival tahunan Beiteddine di wilayah Chouf 31 Juli 2001.

REPUBLIKA.CO.iD -- Legenda musik terakhir dunia Arab, Fairuz, beberapa waktu lalu telah dikunjungi Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam kunjungan kenegaraannya ke Beirut. Mengapa dia begitu istimewa? Ini karena Fairuz adalah simbol persatuan nasional yang langka di Lebanon yang hingga kini terus dilanda krisis.

 

Sejak kematian diva Mesir Umm Kulthum pada tahun 1975, tidak ada penyanyi Arab yang begitu dihormati seperti Fairuz yang berusia 85 tahun - nama panggung yang berarti "pirus" (permata biru) dalam bahasa Arab.

 

Selama beberapa dekade, dia memikat penonton di mana-mana dari kota asalnya Beirut hingga Las Vegas, termasuk Grand Olympia di Paris dan Royal Albert Hall di London. Dia telah menyanyi tentang cinta, Lebanon dan perjuangan Palestina dalam balada yang telah merevolusi musik Timur Tengah.

Fairouz

  • Keterangan foto: Fairouz, Cuplikan dari film dokumenter 'Fairouz' oleh Frédéric Mitterrand (1998).

     

"Fairuz adalah tentu saja salah satu penyanyi Arab terhebat abad ke-20," kata pakar musik Timur Tengah Virginia Danielson, kepada New York Times pada 1999.

Ketika dia bernyanyi, dia tampak seperti kesurupan: mata berkaca-kaca, ekspresi tenang, senyum kecil berkedip cepat di wajahnya.

 

"Jika Anda melihat wajah saya saat saya bernyanyi, Anda akan melihat bahwa saya tidak ada di sana, saya tidak di tempat," katanya kepada New York Times dalam sebuah wawancara yang jarang terjadi.

 

Saya merasa seni itu seperti doa

 

Fairuz telah dijuluki "duta besar kami untuk bintang-bintang" oleh rekan senegaranya. Ini karena tidak hanya karena suaranya yang surgawi, tetapi karena dia adalah simbol persatuan yang langka untuk sebuah negara yang terpecah belah oleh perang saudara selama 15 tahun. Dia sangat mencitai Lebanon.

Faituz lahir sebagai Nouhad Haddad pada tahun 1934 dari keluarga Kristen kelas pekerja. Ia belajar di konservatori musik nasional saat remaja.

 

Selama waktunya dengan paduan suara radio negara Lebanon, komposer Halim al-Roumi memanggilnya Fairuz dan memperkenalkannya dengan komposer Assi Rahbani, yang dinikahinya pada 1955.

 

Fairuz, Assi, dan saudaranya Mansour merevolusi musik tradisional Arab dengan menggabungkan elemen klasik Barat, Rusia, dan Latin dengan irama timur dan orkestra modern. Fairuz menjadi terkenal setelah penampilan pertamanya di Festival Internasional Baalbeck pada tahun 1957.

 

Pemerintahan Lebanon menganugerahi gelar sebagai ratu musik Arab karena sebagian berkat perjuangannya memperjuangkan Palestina. Ini misalnya dalam lagu "Sanarjaou Yawman" atau "We Shall Return One Day", sebagai gambaran sebuah keanggunan bagi orang-orang Palestina yang diasingkan oleh anekasasi Israel pada tahun 1948. Jadi tak bisa dimungkiri Fairuz adalah ikon bintang abadi di negara asalnya, Lebanon.

Fairouz

  • Keterangan foto: Cuplikan dari film dokumenter 'Fairouz' oleh Frédéric Mitterrand (1998)

     

Banyak dari lagu-lagunya yang paling populer adalah lagu bernostalgia ke masa pastoral. Yang lainnya adalah puisi karya legenda Lebanon Khalil Gibran dan Said Aql yang diiringi musik.

 

Dia sebagian besar menghilang dari kehidupan publik dalam beberapa tahun terakhir, tetapi suaranya yang melambung tetap ada di mana-mana, menggelegar setiap pagi dari radio di kafe jalanan dan taksi.

 

"Ketika Anda melihat Lebanon sekarang, Anda melihat bahwa itu tidak memiliki kemiripan dengan Lebanon yang saya nyanyikan, jadi ketika kami melewatkannya, kami mencarinya melalui lagu-lagu," kata diva itu kepada New York Times.

 

Fairuz juga memenangkan pengakuan nasional karena tetap tinggal di Lebanon selama perang saudara negara itu dari tahun 1975 hingga 1990, dan karena menolak memihak satu faksi di atas faksi lainnya.

 

Puluhan ribu orang memadati konser pertamanya setelah perang, pada tahun 1994 di pusat kota Beirut.

 

"Aku mencintaimu, oh Lebanon, negaraku, aku mencintaimu. Utaramu, selatanmu, lembahmu, aku mencintaimu," begitu Fairuz menyanyikan salah satu lagunya yang paling terkenal.

Politik, kontroversi keluarga

Fairuz terkenal melindungi kehidupan pribadinya.

"Ketika dia mau, dia bisa menjadi sangat lucu. Dia juga koki yang terhormat. Sangat rendah hati, dia suka melayani tamunya sendiri," kata wartawan Doha Chams, petugas persnya, kepada AFP. Tapi dia benci "invasi kehidupan pribadinya".

 

Fairuz memiliki empat anak dengan suaminya Assi Rahbani, yang meninggal pada 1986.

 

Putri mereka Layal meninggal pada usia muda karena pendarahan otak, putra mereka Hali cacat, dan Rima, yang termuda, memfilmkan dan memproduksi konser ibunya.

 

Putra tertuanya, Ziad, mengikuti jejak ayah dan pamannya sebagai musisi dan komposer.

 

Fairuz bekerja sama dengan Ziad - yang dikenal sebagai artis bermasalah, tetapi berbakat - untuk membuat lagu dengan pengaruh jazz.

 

Masa lalu bintang Lebanon baru-baru ini ditandai oleh serangkaian kontroversi keluarga dan politik.

 

Pada 2008, ketika faksi politik Lebanon terpecah belah karena dukungan untuk rezim di negara tetangga Suriah, Fairuz tampil di Damaskus.

 

Dua tahun kemudian, pengadilan Lebanon melarangnya menyanyikan lagu-lagu yang ditulis bersama oleh Rahbani bersaudara tanpa izin dari putra saudara iparnya, Mansour.

 

Fairuz menghabiskan beberapa tahun tanpa materi baru hingga 2017, ketika putrinya Rima memproduksi album terakhirnya, "Bibali".

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement