Kamis 10 Sep 2020 06:14 WIB

AS Bersiap Larang Produk Impor dari Xinjiang

Produk kapas dan tomat dari Xinjiang diduga hasil dari kerja paksa warga etnis Uighur

Rep: Puti Almas/ Red: Friska Yolandha
Pejabat Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan Amerika Serikat (AS) telah menyiapkan perintah untuk memblokir impor kapas dan tomat dari Xinjiang, China yang diduga sebagai hasil dari kerja paksa warga etnis Uighur yang berada di wilayah itu.
Foto: Chinatopix via AP
Pejabat Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan Amerika Serikat (AS) telah menyiapkan perintah untuk memblokir impor kapas dan tomat dari Xinjiang, China yang diduga sebagai hasil dari kerja paksa warga etnis Uighur yang berada di wilayah itu.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pejabat Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan Amerika Serikat (AS) telah menyiapkan perintah untuk memblokir impor kapas dan tomat dari Xinjiang, China yang diduga sebagai hasil dari kerja paksa warga etnis Uighur yang berada di wilayah itu. Meski demikian, pengumuman resmi dari pemerintah negara adidaya tersebut masih ditunda, setelah sebelumnya dijadwalkan pada Selasa (8/9). 

Dalam laporan terbaru, Pemerintah AS dilaporkan menunda pengumuman larangan impor kapas dan tomat dari Xinjiang hingga akhir pekan ini. Selain dua produk tersebut, ada lima lainnya yang rencananya juga diblokir, yang disebut berpotensi memicu ketegangan Negeri Paman Sam dengan China atau antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut. 

Perintah penahanan pembebasan mengizinkan badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbayasan menahan pengiriman berdasarkan kecurigaan keterlibatan kerja paksa di bawah undang-undang AS yang sudah lama berlaku untuk memerangi perdagangan manusia, pekerja anak, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Pemerintah negara itu, yang dipimpin oleh Presiden Donald Trump telah meningkatkan tekanan terhadap China atas perlakukan terhadap warga Uighur, yang merupakan etnis minoritas di Xinjiang. 

Sebelumnya, PBB melaporkan bahwa setidaknya satu juta warga Uigur ditahan di sejumlah kamp konsentrasi dan menjalani kerja paksa. Pemerintah China telah membantah laporen tersebut dan mengatakan kamp-kamp sebagai pusat  pelatihan kejuruan yang diperlukan untuk melawan ekstremisme.

Dalam pernyataan pada Rabu (9/9), Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa langkah AS adalah upaya menargetkan perusahaan asal Negeri Tirai Bambu. Bahkan, AS juga disebut tidak peduli mengenai hak asasi manusia, yang dijadikan sebagai alasan larangan impor tersebut. 

“Mereka hanya menggunakan ini sebagai dalih untuk menindas perusahaan China, mengguncang Xinjiang dan memfitnah kebijakan di Xinjiang,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian dalam pernyataan saat jumpa pers harian, Rabu (9/9). 

Lijian juga mengatakan China akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingan perusahaan-perusahaan negaranya. Sementara, pejabat Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS, Brenda Smith mengatakan bahwa larangan impor yang efektif akan mencakup seluruh rantai pasokan untuk kapas, dari benang hingga tekstil dan pakaian jadi, serta tomat, pasta tomat, dan ekspor regional lainnya.

"Kami memiliki bukti yang masuk akal, tetapi tidak konklusif, bahwa ada risiko kerja paksa dalam rantai pasokan yang terkait dengan tekstil kapas dan tomat yang keluar dari Xinjiang. Kami akan terus melakukan penyelidikan untuk itu,” jelas Smith. 

Undang-undang AS mengharuskan badan tersebut untuk menahan pengiriman dalam kasus tuduhan kerja paksa, seperti yang berasal dari badan nonpemerintah. Larangan itu bisa berdampak luas bagi pengecer dan produsen pakaian jadi AS, serta produsen makanan. 

China memproduksi sekitar seperlima dari kapas dunia, sebagian besar dari Xinjiang, di mana juga merupakan salah satu wilayah pengimpor serat terbesar di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement