Rabu 09 Sep 2020 13:43 WIB

Sudan, Menuju Negara Sekuler dan Anti Hukum Islam?

Pemerintah transisi Sudan memisahkan hukum agama dan negara.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Pemerintah transisi Sudan memisahkan hukum agama dan negara.  Ilustrasi warga Sudan melaksanakan sholat Zhuhur di sebuah masjid tua di Ibu Kota Khartoum.
Foto: AP Photo/Abd Raouf
Pemerintah transisi Sudan memisahkan hukum agama dan negara. Ilustrasi warga Sudan melaksanakan sholat Zhuhur di sebuah masjid tua di Ibu Kota Khartoum.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTUM – Pemerintah transisi Sudan telah menghapus hukum Islam atau syariah  dengan memisahkan agama dari negara. 

 

Baca Juga

Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok dan Pemimpin kelompok pemberontak Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Utara Abdel-Aziz al-Hilu, menandatangani deklarasi di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa, pada Kamis lalu dengan mengadopsi prinsip tersebut.

 

 

"Agar Sudan menjadi negara demokratis di mana hak-hak semua warga negara diabadikan, konstitusi harus didasarkan pada prinsip 'pemisahan agama dan negara', yang mana hak untuk menentukan nasib sendiri harus dihormati," sebut pernyataan dokumen itu, dilansir dari laman 5pillars, Rabu (9/9). 

 

Kesepakatan itu muncul kurang dari sepekan setelah pemerintah menandatangani kesepakatan damai dengan pasukan pemberontak. Hal tersebut meningkatkan harapan diakhirinya pertempuran yang melanda Darfur dan bagian lain Sudan di bawah pemimpin terguling, Omar al-Bashir.  

 

Dua faksi yang lebih besar di Sudan People’s Liberation Movement-North telah menolak untuk menandatangani perjanjian apa pun yang tidak menjamin sistem sekuler. Mereka juga telah memerangi pasukan Sudan di negara-negara perbatasan negara.  

 

Adapun Sudan tengah bangkit dari isolasi ekonomi yang diberlakukan Barat, dimulai segera setelah Bashir merebut kekuasaan pada 1989. 

 

Dua bulan lalu Khartoum menyetujui amandemen luas hukum pidana termasuk mencabut hukuman mati untuk murtad, dan mengizinkan non-Muslim untuk minum alkohol.  

 

Di samping itu, pencambukan di depan umum juga diakhiri. Kemudian perempuan sekarang tidak lagi membutuhkan izin dari anggota keluarga laki-laki untuk bepergian bersama anak-anak mereka.  

 

Undang-undang baru juga melarang pemotongan alat kelamin perempuan (FGM). Ini merupakan sebuah praktik yang biasanya melibatkan pengangkatan sebagian alat kelamin luar anak perempuan dan perempuan. 

 

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, sekitar tiga persen penduduk Sudan merupakan non-Muslim.  Mantan presiden Jaafar Nimeiri memperkenalkan hukum Islam pada 1983, perubahan signifikan untuk perang selama 22 tahun antara bagian utara Sudan yang Muslim, dan bagian selatan mayoritas beragama Kristen, lalu menyebabkan pemisahan Sudan Selatan pada 2011. Selanjutnya Al-Bashir memperluas hukum Islam setelah dia mengambil alih kekuasaan pada 1989.

 

Selama beberapa tahun terakhir, Sudan telah menjauh dari pengaruh Iran dan telah menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Arab Saudi dan Amerika Serikat.

 

Awal tahun ini para pejabat Israel mengatakan bahwa Tel Aviv dan Sudan telah sepakat untuk menjalin hubungan normal setelah para pemimpin kedua negara bertemu di Uganda. Rossi Handayani

 

Sumber: https://5pillarsuk.com/2020/09/08/sudan-abolishes-islamic-law-separates-religion-from-state/    

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement