Rabu 09 Sep 2020 13:42 WIB

Terapi Pengencer Darah untuk Pasien Covid-19

Terapi pengencer darah Covid-19 dikembangkan TNI AD dan IDI.

Ilmuwan menemukan sejumlah pasien Covid-19 yang meninggal mengalami kekentalan darah. Upaya mengembangkan pengobatan Covid-19 dengan terapi pengencer darah dilakukan IDI dan TNI AD.
Foto: AP/Jorge Saenz
Ilmuwan menemukan sejumlah pasien Covid-19 yang meninggal mengalami kekentalan darah. Upaya mengembangkan pengobatan Covid-19 dengan terapi pengencer darah dilakukan IDI dan TNI AD.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rizkyan Adiyudha

Upaya mengatasi Covid-19 dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk mengembangkan penelitian Covid-19 agar pasien bisa terhindar dari kematian.

Baca Juga

Faktor kekentalan darah ternyata ditemukan pada sejumlah pasien Covid-19 yang meninggal. Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa mengatakan TNI AD bersama Universitas Airlangga dan Badan Intelijen Negara mendukung Tim Peneliti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meneliti terapi pengencer darah pasien Covid-19.

Kasad mengatakan TNI AD dan BIN beserta dr Purwati dari Unair akan mengakomodasi segala kebutuhan yang diperlukan dalam penelitian terhadap pasien yang dirawat di Rumah Sakit TNI AD (RSAD) sebagai sampel penelitian.

"Kami, yang jelas punya 68 (unit RSAD) seluruh Indonesia, tapi mungkin fokus dulu di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Itu sudah banyak banget RS-nya," kata Andika dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu (9/9).

Andika mengatakan tujuan dukungan penelitian itu adalah untuk menurunkan angka kematian pasien akibat Covid-19. Sekaligus mempercepat penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Sebab, jika penelitian terapi pengencer darah yang dilakukan IDI berhasil, akan dapat menurunkan angka kematian pasien akibat Covid-19 yang disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah. Sehingga menghapuskan stigma Covid-19 menyebabkan kematian.

“Sudah banyak jurnal, terutama pasien yang sudah meninggal kemudian dilakukan autopsi, ternyata didapatkan kematiannya adanya sumbatan di pembuluh darah. Pembuluh darah di paru, di otak, dan organ lainnya. Namun persentase masuknya Covid-19 itu 80 persen ada di paru, 20 persen masuknya di organ lain, ginjal, hati, pembuluh darah di seluruh tubuh,” kata anggota IDI dan tim peneliti terapi tersebut dr Prasetyo Widhi Buwono.

Prasetyo menambahkan, pembekuan darah disebabkan virus SARS-COV-2 akan menimbulkan reaksi pelepasan zat yang dapat merusak bagian dari pembuluh darah dan mempengaruhi bahan-bahan yang mengontrol normalnya pembekuan darah. "Sehingga darah penderita Covid-19 cenderung menjadi lebih kental, lebih mudah membeku dan pembuluh darahnya jadi mudah tersumbat," kata dia.

Terapi obat pengencer darah itu akan diberikan kepada pasien dengan derajat ringan dengan memeriksa terlebih dahulu kadar kekentalan darah di dalam tubuh pasien atau pasien derajat sedang yang sudah terinfeksi paru-parunya. Terapi itu dilakukan untuk memudahkan pemberian obat Covid-19 untuk tersebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.

“Pemberian terapi itu dilakukan dengan disuntikkan ke tubuh pasien. Kemudian kita pantau selama dua hari, apakah ada perkembangan atau pemburukan. Diharapkan jika terapi ini berjalan, pasien akan memiliki antibodi,” ujar Prasetyo.

Kekentalan darah dan penggumpalan darah di pasien Covid-19 sudah sejak beberapa waktu lalu menjadi perhatian ilmuwan. Di Amerika, sejumlah pasien terpantau mengalami blood clot alias penggumpalan atau pembekuan darah.

Perawat di sana melaporkan pula pasien mereka mengalami penurunan level oksigen dalam tubuh hingga terlihat akan pingsan atau meninggal. Tanpa pola yang jelas dalam hal usia atau kondisi kronis, beberapa ilmuwan berhipotesis bahwa setidaknya beberapa kelainan ini dapat dijelaskan oleh perubahan dalam darah pasien. Hal tersebut tak pelak membuat para dokter khawatir.

Beberapa dari mereka sampai berencana memberikan pengencer darah kepada semua pasien Covid-19, termasuk bagi mereka yang cukup sehat untuk bertahan dari penyakit itu di rumah. Mereka menilai kemunculan kasus tersebut sangat aneh dan tidak ada dalam salah satu buku teks yang telah mereka baca.

Covid-19 dalam penelitian ilmuwan sudah menyerang tidak hanya paru. Tetapi juga ginjal, jantung, usus, hati dan otak.

Gumpalan darah, tampaknya kebalikan dari apa yang terjadi pada Ebola, demam berdarah dengue (DBD), Lassa dan demam berdarah lainnya yang menyebabkan perdarahan tidak terkontrol. Tetapi mereka sebenarnya adalah bagian dari fenomena yang sama dan memiliki konsekuensi fatal serupa.

Autopsi menunjukkan paru-paru beberapa pasen dipenuhi dengan ratusan gumpalan ukuran mikro. Ukuran yang lebih besar lagi akan pecah dan menyebar ke otak atau jantung dapat menyebabkan pasien terserang strok atau serangan jantung.

Dokter Universitas Pennsylvania dan kepala Perhimpunan Kedokteran Perawatan Kritis, Lewis Kaplan, mengatakan bahwa setiap tahun dokter mengobati orang dengan komplikasi penggumpalan darah. Hal itu dialami oleh mereka yang menderita kanker hingga korban trauma parah. Namun, tidak ada dari mereka yang mengalami gumpalan darah seperti saat ini.

"Masalah yang kami hadapi adalah walaupun kami mengerti bahwa ada penggumpalan, namun kami belum mengerti mengapa ada hal tersebut. Kami tidak mengerti dan karena itu kami takut,” kata Kaplan.

Kepala tim dokter di 10 rumah sakit Atalanta, Craig Coopersmith, menjelaskan, tanda awal pembekuan darah terjadi pada kaki yang terlihat membiru dan membengkak. Bahkan, dia mengatakan, pasien di ICU yang mendapatkan obat pengencer darah pun mengalami pembekuan darah.

Menurut Coopersmith, sebetulnya biasa saja kalau ada satu atau dua pasien dalam ICU yang mengalami blood clot. Tetapi, kasusnya menjadi tak biasa andaikan itu terjadi dalam jumlah banyak.

Bukti berikutnya terlihat dari tersumbatnya mesin dialisis. Mesin ini membantu menyaring kotoran dalam darah bagi orang yang ginjal gagal. Dokter mendapati mesin itu sampai macet beberapa kali sehari akibat penggumpalan darah.

"Ada pemahaman universal bahwa kasus kali ini berbeda," kata Coopersmith.

Bukti selanjutnya datang dari hasil autopsi. Dokter forensik mengira akan menemukan bukti pneumonia dan kerusakan kantong udara kecil yang menukar oksigen dan karbon dioksida dari paru ke aliran darah. Sebaliknya, mereka justru menemukan sumbatan-sumbatan kecil bekuan darah menyebar di paru pasien meninggal.

Dokter spesialis penyakit menular di Tufts Medical Center, Helen W Boucher, mengatakan, tidak ada alasan untuk berpikir ada sesuatu yang berbeda tentang virus corona di AS. Menurutnya, masalah yang ada disebabkan demografi pasien, termasuk mereka yang telah menderita penyakit jantung dan obesitas, yang membuat mereka lebih rentan terhadap kerusakan gumpalan darah.

Dia juga mencatat perbedaan kecil dalam pemantauan dan perawatan pasien di ICU di AS yang akan membuat pembekuan lebih mudah untuk dideteksi. "Sebagian dari ini adalah berdasarkan fakta bahwa kami memiliki fasilitas perawatan intensif yang luar biasa," katanya.

photo
Vaksin Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement