Selasa 08 Sep 2020 10:16 WIB

AS Kaji Larangan Produk Kapas dari Xinjiang China

Larangan produk kapas mempertimbangkan pelanggaran HAM di Xinjiang, China

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Menara penjaga dan pagar kawat berduri mengelilingi fasilitas penahanan di Kunshan Industrial Park, Artux, Xinjiang. Amerika Serikat tengah mengkaji larangan produk kapas dari Xinjiang karena laporan pelanggaran HAM
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Menara penjaga dan pagar kawat berduri mengelilingi fasilitas penahanan di Kunshan Industrial Park, Artux, Xinjiang. Amerika Serikat tengah mengkaji larangan produk kapas dari Xinjiang karena laporan pelanggaran HAM

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk melarang sebagian atau seluruh produk kapas dari Xinjiang, China. Surat kabar the New York Times media pertama yang melaporkan hal ini pada Senin (7/9) malam.

Dalam laporan itu disebutkan pertimbangan itu diambil berdasarkan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. The New York Times menulis keputusannya mungkin akan diumumkan pada Selasa (8/9) ini.

Kajian itu muncul saat laporan tentang kerja paksa minoritas muslim Xinjiang mencuat.  The New York Times menulis belum diketahui apakah larangannya juga mencakup produk-produk yang mengandung kapas dari Xinjing yang dikirimkan dari negara lain atau tidak.

Namun, banyak merek-merek pakaian besar di dunia menggunakan kapas dan tekstil yang diproduksi di wilayah tersebut. Langkah yang disebut perintah pelepasan pajak akan dikeluarkan oleh Badan Perlindungan Perbatasan dan Bea Cukai AS.

Gedung Putih dan Departemen Keamanan Dalam Negeri belum menanggapi permintaan komentar. Pada bulan Maret lalu, anggota parlemen AS mengajukan rancangan undang-undang yang bertujuan mencegah barang-barang yang diproduksi dari hasil kerja paksa di Xinjiang sampai ke AS.

Xinjiang, daerah otonom di barat laut China adalah pusat penghasil kapas di wilayah tersebut. Provinsi itu juga rumah bagi minoritas muslim Uighur.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement