Senin 07 Sep 2020 18:31 WIB

Pendaftaran Cakada di Jatim tak Patuhi Protokol Kesehatan

Bawaslu Jatim menyatakan paslon menggelar arak-arakan yang mengakibatkan kerumunan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Kampanye. Divisi Pengawasan pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur (Jatim) Aang Kunaifi mengungkapkan, hampir seluruh pendaftaran bakal calon kepala daerah di Jatim belum memperhatikan protokol kesehatan.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kampanye. Divisi Pengawasan pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur (Jatim) Aang Kunaifi mengungkapkan, hampir seluruh pendaftaran bakal calon kepala daerah di Jatim belum memperhatikan protokol kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Divisi Pengawasan pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur (Jatim) Aang Kunaifi mengungkapkan, hampir seluruh pendaftaran bakal calon kepala daerah di Jatim belum memperhatikan protokol kesehatan. Di Jatim, ada 41 pasangan calon yang mengikuti kontestasi pada 19 kabupaten/kota yang menggelar Pilkada serentak 2020. 

Aang menegaskan, hampir seluruh pasangan calon yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah melakukan pelanggaran. Para paslon diketahui tidak mematuhi protokol kesehatan Covid-19 dengan menggelar arak-arakan yang mengakibatkan kerumunan pada pendaftaran yang dilaksanakan mulai 4-6 September 2020. 

Baca Juga

"Jadi hampir rata semua di 19 kabupaten/ kota, ada 41 pasangan calon yang mendaftar itu hampir rata-rata kegiatan melakukan pendaftaran di kantor KPU dilakukan dengan cara arak-arakan di luar kantor KPU," ujar Aang di Surabaya, Senin (7/9).

Namun, lanjut Aang, Bawaslu Jatim belum menemukan pelanggaran seperti pemalsuan dokumen syarat pencalonan. Artinya sejauh ini, para paslon yang mendaftarkan diri sebagai peserta Polkada serentak 2020 di Jatim memakai dokumen yang absah.

"Cuma di catatan kami ada beberapa nama yang tertera di dokumen KTP elektronik dengan dokumen rekomendasi dari partai untuk pasangan calon itu ada beberapa catatan yang memang ada kekurangan nama atau salah ketik dan lain sebagainya," kata Aang.

Contohnya, kata dia, nama Oni, tetapi ditulis Oki. Ada pula yang nama yang menggunakan gelar akademik dalam dokumen rekomendasi partai, padahal tidak ada gelar akademik pada kartu tanda penduduknya tidak ditambahkan. 

Meski terlihat sepele dan tidak termasuk kategori pelanggaran, kata dia, kesalahan huruf pada nama paslon tetap harus diperbaiki. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement