Senin 07 Sep 2020 08:50 WIB

Karikatur Charlie Hebdo dan Provokasi yang Menyakitkan 

Provokasi Charlie Hebdo telah melukai hati miliaran umat Islam dunia.

Rep: Puti Almas/ Red: Nashih Nashrullah
Sebuah foto yang dipasang menunjukkan sampul mingguan satir Prancis Charlie Hebdo dengan kartun kontroversial Nabi Muhammad yang diterbitkan pada tahun 2012, di tengah-tengah surat kabar Prancis lainnya, pada hari pembukaan persidangan serangan, di Paris, Prancis, 02 September 2020. The Serangan teroris Charlie Hebdo di Paris terjadi pada 07 Januari 2015, dengan penyerbuan ekstremis Islam bersenjata dari surat kabar satir, memulai tiga hari teror di ibukota Prancis.
Foto: EPA-EFE / YOAN VALAT
Sebuah foto yang dipasang menunjukkan sampul mingguan satir Prancis Charlie Hebdo dengan kartun kontroversial Nabi Muhammad yang diterbitkan pada tahun 2012, di tengah-tengah surat kabar Prancis lainnya, pada hari pembukaan persidangan serangan, di Paris, Prancis, 02 September 2020. The Serangan teroris Charlie Hebdo di Paris terjadi pada 07 Januari 2015, dengan penyerbuan ekstremis Islam bersenjata dari surat kabar satir, memulai tiga hari teror di ibukota Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, Lima tahun setelah serangan di kantor redaksi majalah satir Charlie Hebdo di Ibu Kota Paris, Prancis, sebuah langkah kontroversial kembali dilakukan oleh media ini. Pada 1 September lalu, kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW diterbitkan ulang, memicu kemarahan umat Muslim di seluruh dunia. 

Karikatur Nabi Muhammad SAW dicetak ulang satu hari sebelum jadwal persidangan kasus serangan kantor Charlie Hebdo, yang terjadi pada 7 Januari 2015 dan menewaskan 12 orang, termasuk kartunis ternama di Prancis. Para tersangka akan diadili atas berbagai tuduhan, termasuk keterlibatan dalam pembunuhan dan konspirasi teroris.  

Baca Juga

Charlie Hebdo tampaknya menerbitkan ulang kartun yang kontroversial tersebut untuk menandai akan adanya persidangan penting. Ini juga sebagai ipara yang menunjukkan dukungan dalam  kebebasan berbicara dan berekspresi.  

Dalam catatan editorial yang menyertai edisi baru, Direktur Penerbitan Laurent 'Riss' Sourisseau, yang juga menjadi korban cedera dalam serangan pada 2015, menulis :  

 

“Kami tidak akan pernah menyerah. Kebencian yang melanda kami masih ada dan sejak 2015, perlu waktu untuk bermutasi, mengubah penampilannya, tidak terlihat dan diam-diam melanjutkan perang yang kejam,” tulis Sourisseau seperti dilansir Indian Express, Ahad (6/9). 

Namun, tak sedikit yang menyayangkan langkah Charlie Hebdo. Apa yang dilakukan media ini seperti tindakan provokatif yang membuka kembali luka lama, khususnya bagi umat Muslim, yang tidak ingin Nabi Muhammad SAW digambarkan dengan cara tidak pantas.  

Sampul majalah edisi terbaru menampilkan semua 12 kartun, yang dikritik di seluruh dunia, dan memicu protes kekerasan di beberapa negara Muslim. Kartun tersebut pertama kali diterbitkan oleh surat kabar Denmark Jyllands-Posten pada 30 September 2005, dan kemudian dicetak ulang Charlie Hebdo pada tahun berikutnya. Jyllands-Posten mengklaim bahwa karikatur itu dimaksudkan sebagai komentar tentang budaya ketakutan dan sensor diri di dalam media Denmark. 

Kartun tersebut dikecam secara luas oleh umat Muslim, yang menilai karikatur sebagai bentuk hujatan. Mereka juga dikritik keras karena memajukan stereotip tentang Islam dan secara tidak adil mencap pemeluk agama ini sebagai teroris.  

Pada bulan-bulan setelah penerbitan kartun di Jyllands-Posten dan Charlie Hebdo, protes kekerasan meletus di seluruh Asia dan Timur Tengah. Para pemimpin agama di negara-negara Muslim menyerukan pemboikotan barang-barang atau produk asal Denmark.

Pemimpin redaksi surat kabar tersebut akhirnya mengeluarkan permintaan maaf yang panjang karena menerbitkan kartun tersebut, yang menurutnya telah menyebabkan kesalahpahaman serius.  

Namun, di Prancis, upaya untuk menuntut Charlie Hebdo karena perkataan yang mendorong kebencian dikalahkan di pengadilan. Pada 2011 dan 2012, majalah tersebut kembali menerbitkan ilustrasi yang menyinggung umat Islam, dan memicu kritik dan serangan balik yang mencakup serangan bom di kantornya.   

Dalam insiden serangan di kantor Charlie Hebdo pada 2015, berdasarkan laporan media saat itu mengatakan banyak saksi mendengar pelaku yang bersenjata berteriak dalam bahasa Arab : “Kami telah membalas dendam Nabi” dan “Tuhan Mahabesar”. Alqaidah di Semenanjung Arab (AQAP) mengaku menjadi kelompok yang berada di balik serangan itu.   

Persidangan saat ini digelar terhadap 14 orang yang diduga memberi senate dan dukungan logistik kepada orang-orang bersenjata saat serangan di kantor Charlie Hebdo. Sidang telah ditunda karena pandemi Covid-19, yang pada awalnya dijadwalkan pada Maret. 

Menurut media Prancis RFI, semua yang selamat dari serangan itu kemungkinan besar akan bersaksi di ruang sidang di Paris selama beberapa bulan mendatang. Diperkirakan ada sekitar 200 penggugat dalam persidangan tersebut, BBC melaporkan.  

Menteri Dalam Negeri Prancis Gérard Darmanin menyebut pengadilan itu sebagai hal bersejarah, dan mengatakan bahwa perang melawan terorisme Islamis adalah prioritas utama pemerintah.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa tidak memiliki kapasitas untuk memberikan penilaian atas keputusan Charlie Hebdo untuk menerbitkan ulang kartun tersebut. 

Berbicara selama kunjungan ke Lebanon, Macron mengatakan bahwa penting bagi warga Prancis untuk saling menghormati satu sama lain, dan untuk menghindari dialog kebencian. Namun, dia tidak akan mengkritik keputusan Charlie Hebdo saat ini yang disebut sebagai bántuk kebebasan berekspresi.   

Dilansir The Independent, Imam Qari Asim, seorang penasihat Islamofobia untuk Pemerintah Inggris menanggapi langkah Charlie Hebdo adalah sesuatu yang dengan sengaja menyinggung perasaan umat Islam di seluruh dunia. 

Dia mengatakan sangat memalukan melihat Nabi Muhammad SAW digambarkan dengan cara yang merendahkan sosoknya, yang selama ini menjadi teladan dan dihormati Muslim.  

Serangan di kantor Charlie Hebdo adalah sebuah tragedi, tapi teroris yang melakukannya tidak mewakili Islam. Muslim tidak boleh dijadikan kambing hitam ke dalam kategori ini.   

Penerbitan ulang kartun-kartun kontroversial yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW dengan cara yang buruk dianggap sebagai tanda pembangkangan terhadap teroris, tetapi dengan sengaja menghina dan menyinggung. Asim mengatakan seperti yang lainnya, sebagai Muslim kami menghormati kebebasan berbicara, tetapi tidak jika hal itu memicu kebencian. 

“Ada cara lain untuk menunjukkan solidaritas dan persatuan melawan serangan 2015. Sebagai seorang imam, saya mendorong semua orang untuk bekerja sama melawan narasi palsu ini dan tidak memunculkan mereka yang berusaha mengeksploitasinya. Para ekstremis ingin memecah belah kita, tetapi kita tidak boleh bermain-main dengan retorika kebencian,” jelas Asim.   

 

https://indianexpress.com/article/explained/explained-five-years-after-deadly-terror-attack-why-has-charlie-hebdo-reprinted-caricatures-of-the-prophet-6580382/ 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement