Ahad 06 Sep 2020 19:14 WIB

Data BMKG: Wilayah Berpotensi Kekeringan Meningkat Jadi 23

Wilayah berstatus 'awas' itu terbanyak (14) ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. 

Rep: Febryan. A/ Red: Agus Yulianto
Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjuk peta potensi kekeringan di kepulauan Nusantara hasil penginderaan Satelit Palapa C2 di Laboratorium BMKG Serang, Banten.
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjuk peta potensi kekeringan di kepulauan Nusantara hasil penginderaan Satelit Palapa C2 di Laboratorium BMKG Serang, Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah wilayah yang berstatus 'awas' kekeringan di Indonesia meningkat dari 21 jadi 23. Penyebabnya, musim kemarau sedang berada di fase puncak.

Berdasarkan peta peringatan dini kekeringan meteorologis yang dirilis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Kamis (3/9), terdapat 23 kabupaten/kota yang berstatus 'awas'. Peringatan dini diklasifikasikan dalam tiga jenis, yakni waspada, siaga, dan awas.

Wilayah berstatus 'awas' itu terbanyak (14) ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Mulai dari Kab. Alor, Kab. Belu, Kab. Ende, Kab. Flores Timur, Kota Kupang, dan Kab. Kupang. Lalu Kab. Manggarai Barat, Kab. Nagekeo, Kab. Ngada, Kab. Sikka, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor tengah Selatan, hingga Kab. Timor tengah Timur.

Wilayah berstatus 'awas' terbanyak kedua (5) adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Mulai dari Kab. Bima, Kab. Dompu, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, hingga Kab. Sumbawa.

Selanjutnya dua wilayah di Provinsi Maluku, yakni Kab. Maluku Barat Daya dan Kab. Maluku Tanimbar. Dua terakhir adalah Kab. Buleleng di Bali dan Kab. Selayar di Sulawesi Selatan.

Jumlah wilayah yang berstatus 'awas' itu meningkat jika dibandingkan peta peringatan dini kekeringan meteorologis BMKG yang dirilis pada 23 Agustus 2020. Berdasarkan data akhir Agustus itu, jumlahnya baru 21 wilayah.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Prabowo mengatakan, peningkatan itu terjadi karena musim kemarau di Indonesia sedang berada di fase puncaknya (Agustus-September). Kini, sebanyak 87 persen wilayah Indonesia masih dilanda kemarau.

Penyebab lainnya adalah pola aliran udara yang masih berupa aliran udara timuran dari Australia yang kering. "Sehingga potensi hujan di wilayah-wilayah (seperti) NTT, NTB, Bali, dan Jawa Timur belum banyak," kata Mulyono ketika dikonfirmasi Republika, Ahad (6/9).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement