Ahad 06 Sep 2020 10:05 WIB

SDT Bina Ilmu Gelar Pelatihan Guru PJJ Berbasis Aktivitas

Sekolah harus bisa berkreasi dalam merancang PJJ sehingga hasilnya maksimal.

SD Swasta Terpadu Bina Ilmu menggelar pelatihanan guru Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) berbasis aktivitas.
Foto: Dok SDT Bina Ilmu
SD Swasta Terpadu Bina Ilmu menggelar pelatihanan guru Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) berbasis aktivitas.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR—Guna meningkatkan kompetensi guru di masa pandemi Covid-19, Sekolah Dasar Swasta (SD S) Terpadu Bina Ilmu, Parung, Bogor, Jawa Barat, menggelar pelatihan setengah hari, Sabtu  (5/9). 

Narasumber yang dihadirkan dari Direktorat Dikdasmen YPIA Al Azhar Jakarta, Gunanto  MPd. Pelatihan bertajuk ‘Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Berbasis Aktivitas’ itu diiikuti  27 tenaga pendidik SD S Terpadu Bina Ilmu.

Selama 180 menit materi yang disajikan sangat relevan dan dibutuhkan untuk menguatkan proses PJJ yang sudah dilaksanakan di sekolah yang mengantongi zjin operasional pada 2007 silam. Kegiatan pelatihan ini juga disiarkan langsung melalui media sosial instagram @sdtbinailmu dari mulai pukul 08.00 – 10.30 WIB. 

Gunanto  mengatakan di masa darurat Covid-19, sekolah mempunyai kewenangan khusus dalam pembelajaran jarak jauh. ‘’Jadi PJJ disebut otonomi pembelajaran. Maka itu, sekolah harus bisa berkreasi dalam merancang PJJ sehingga hasilnya maksimal,’’ujar pria kelahiran Magetan, 9 April 1972 itu seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id

Lebih lanjut, kata Gunanto, dalam PJJ, otonomi cara belajarnya, otonomi bahan ajarnya,  otonomi cara penilaiannya, dan otonomi cara berkomunikasi antara sekolah dan rumah. ‘’Maka jika orang tua dan sekolah paham kesempatan yang baik bagaimana rumah dijadikan sebagai madrasah utama. Kembali kepada kaffah (sempurna, red), mulia sekali kalau ini dilakukan oleh orang tua,’’ paparnya.

Penulis Buku Teks Penerbit Erlangga ini melanjutkan, dalam PJJ, aktivitas perlu diperbanyak, kegiatan yang berbasis ada agamanya, sosial, olahraga dan seni. ‘’Jadi seluruh potensi yang ada di murid harus dibuka dengan aktivitas. Sekolah tugasnya hanya memancing saja. Tapi pelaksanaanya tetap di rumah. Di sini orang tua harus paham,’’ tuturnya.

Gunanto tak menampik bahwa saat ini murid sudah mulai berada pada titik jenuh dengan PJJ. ‘’Saat ini, PJJ sudah mulai jenuh, maka diperlukan strategi kegiatan aktivitas pembelajaran jangan manual, jangan monoton, jangan homogen, jadi harus heterogen,’’ sergah trainer dan motivator yang sudah melatih lebih dari 100 ribu guru di 27 provinsi. 

Lebih lanjut, sambung ayah dua anak ini, cara menghilangkan kejenuhan dengan banyak melakukan aktivitas yang menimbulkan kebersamaan antara murid dan orang tua. ‘’Maka metodenya berbasis proyek, kerjaan bersama, kegiatan edusosial, kegiatan yang sifatnya talenta, intrepreneur harus dilakukan,’’katanya. 

Dengan model begini, sambung Gunanto yang berdomisili di Tangerang Selatan, walaupun kelihatan membuat proyek, membuat kegiatan yang seakan-akan tidak berbasis Kompetensi Dasar (KD) sehingga minus di pencapaian KD tapi plus di katakter dan kebersamaan.

‘’Sehingga konsepnya kalau bisa kolaborasi sekolah dan rumah menciptakan satu misi terbaik yaitu strong from home, kuat dari rumah. Sehingga anak semakin menghargai orang tua dan orang tua juga menghargai anak dan dua-duanya timbul penghargaan kepada sekolah,’’ ujarnya seraya menambahkan bagaimana hebatnya sekolah selama ini. 

Dalam pandangan Gunanto, masa seperti saat ini yang paling utama diselamatkan adalah adab dan akhlak mulia dari para murid. Secara implisit peluang untuk menjaga karakter nilai bangsa, terutama adab dan akhlaqul karimah terbuka dengan adanya kebijakan dari pemerintah, Kemendikbud bahwa kurikulum disesuaikan dalam arti dikurangi.

‘’Dengan dikurangi jam untuk kegiatan mandiri lebih banyak. Di sini perlu kita selamatkan adab murid-murid kita. Maka teman-teman yang sekolahnya berbasis Sekolah Umum Swasta Islam (Susis) harus memperbanyak kurikulum yang tidak diatur oleh Kemendikbud yaitu kurikulum adab. Konsep adab yang harus dilakukan oleh seluruh kegiatan pembiasaan yang sudah dilakukan sekolah, harus diukur juga di rumah. Itu kuncinya,’’ paparnya. 

Sepertinya momentum ini, kata Gunanto sangat bagus bagi para orang tua untuk berkontemplasi, saling evaluasi diri bahwa keberhasilan sebuah pendidikan ternyata tidak 100 persen diberikan kepada sekolah. ‘’Sekolah itu hanya sekadar numpang, titipan, tetapi dengan sistematis yang sudah terukur. Namun dilihat dari konstelasi dari 24 jam sehari.  di sekolah terbatas. Maka yang paling bagus adalah apa yang sudah dipelajari di sekolah, dikembangkan , dibudayakan, kemudian habitnya terjadi di sekolah. Jadi dibiasakan di sekolah tapi sampai ke rumah,’’ katanya. 

Maka kunci terbaiknya adalah orang tua murid fungsinya harus berubah menjadi asisten guru sekaligus menjadi guru agar PJJ bisa berjalan dengan baik.

Gunanto, mengharuskan sekolah miliki strategi dan Pedoman PJJ sebagai panduan. ‘’Perlu strategi, bagaimana sekolah membuat semacam tools bagaimana keinginan sekolah dan kenyataan di rumah terjadi. Maka sekarang yang sekolah tidak hanya murid tapi semuanya, termasuk orang tuanya. Maka beruntunglah sekolah yang sudah punya matrikulasi, punya program, selain belajar muridnya, juga belajar orang tuanya. Maka parenting, webinar, kegiatan yang sifatnya mendatangkan narasumber untuk para orang tua murid bagus sekali,’’ ujarnya. 

Untuk itu, Gunanto menghimbau kepada guru terutama sekolah swasta yang mandiri, harus bisa membaca kondisi dan situasi agar tidak terlalu kaku dalam kegiatan PJJ. ‘’Pesan saya pertama, harus banyak belajar menerjemahkan kondisi, kemudian belajar tentang psikologi kebutuhan murid. Bahwa murid sudah terlalu lama di rumah PJJ juga tidak bagus, efeknya negatif. Nah, menyikapinya adalah memperkaya dengan aktivitas-aktivitas yang kira-kira guru senang, murid senang, orang tua senang,’’ jelasnya. 

Kedua, melakukan penilaian yang sama-sama bisa dipertanggungjawabkan. ‘’Penilaian yang mudah, meriah, yang penting berbasis realitas. Ketiga, orang tua jangan membebankan PJJ ini full kepada sekolah. Tetap harus ada tanggungjawab orang tua terhadap anak di rumah. Sehingga kolaborasi, komunikasi harus jalan,’’ katanya. 

Jika orang tua ada terkendala maka segera bicara ke sekolah ada soluasi-solusi karena tetap ada orang dewasa yang harus mendampingi anak. ‘’Orang dewasa itu harapannya orang tua. Jika kadua orang tua tidak bisa, ya siapa yang dijadikan orang tua itu menjadi sebuah kunci,’’ tandasnya. 

Salah seorang guru, Muhammad Hidayatullah, merasa bersyukur bisa mengikuti pelatihan setengah hari. Menurutnya, materi yang disampaikan sangat dibutuhkan untuk mengelola PJJ yang sudah berjalan supaya tidak membosankan. ‘’Matarinya menarik, ada games-games seru yang membuat pelatihan menjadi tidak membosankan,’’ tuturnya. 

Guru PJOK ini mengaku senang terutama ada bekal baru yang ingin dia lakukan nanti saat melaksanakan virtual learning kepada peserta didiknya. ‘’Supaya PJJ yang tidak membosankan bagi anak salah satu alternatif kegiatan membuat vlog. Itu akan saya coba,‘’ ujarnya penuh semangat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement