Jumat 04 Sep 2020 23:33 WIB

Omar Suleiman, Legenda Intelijen Timur Tengah Asal Mesir

Omar Suleiman merupakan tokoh sentral intelijen Mesir era Husni Mubarak.

Rep: Hiru Muhammad/ Red: Nashih Nashrullah
Omar Suleiman merupakan tokoh sentral intelijen Mesir era Husni Mubarak.
Foto: Nasser Nasser/AP
Omar Suleiman merupakan tokoh sentral intelijen Mesir era Husni Mubarak.

REPUBLIKA.CO.ID, Saat Presiden Hosni Mubarak menunjuk kepala intelijen Mesir, Omar Suleiman menjabat sebagai wakil presiden pada 29 Januari 2011, banyak kalangan berharap terjadinya proses transisi di Pemerintahan Mesir. Namun, bila melihat latar belakang Suleiman, tampaknya hal itu bukan keinginan sebagian besar rakyat Mesir.

Sosok Suleiman sendiri menurut france24.com tidak terlalu dikenal banyak warga Mesir karena pria berusia 74 tahun ini banyak berkecimpung di dunia intelijen.

Baca Juga

Jabatan terakhir Suleiman sebelum menjadi orang penting kedua di pemerintahan Mubarak adalah pimpinan pada Lembaga Intelijen Mesir (EGIS) atau dikenal sebagai Mukhabarat. Namun, bagi analis atau pemerhati masalah kebijakan AS di Timur Tengah, nama Suleiman bukanlah sosok asing.

Mungkin hal itu tak terlepas dari sosok penampilannya yang ramah, memiliki pengetahuan luas, dan fasih berbahasa Inggris hingga membuatnya menjadi orang nomor satu di lembaga intelijen itu sejak 1993. Sebelumnya, Suleiman pernah mengenyam pendidikan militer semasa Uni Soviet hingga membawanya bergaul dengan dunia intelijen.

Tahun 2009, majalah Foreign Policy telah menempatkan Suleiman sebagai sosok kepala intelijen paling berpengaruh di Timur Tengah. Bahkan, prestasinya itu melampaui mitra sejawatnya Meir Dagan, orang nomor satu di Mossad. 

Saat situs pembocor Wikileaks menerbitkan informasi soal keterlibatan Amerika Serikat di sejumlah negara di dunia tahun lalu, analis memperkirakan Suleiman tampaknya akan menjadi penerus pemerintahan Mesir, menggantikan Mubarak. “Sejak beberapa tahun lalu, Suleiman sering dibahas untuk menjadi wakil presiden Mesir,” kata situs pembocor tersebut seraya mengutip informasi Amerika Serikat yang diterbitkan 14 Mei 2007.

Penunjukan Suleiman tidak terlepas dari kurang populernya Gamal Mubarak di mata masyarakat Mesir. Padahal, anak Hosni Mubarak ini digadang untuk melanjutkan tongkat estafet pemerintahan Mesir. Selain itu, sejumlah pejabat Amerika Serikat berkeinginan memiliki seseorang di Kairo yang ‘dapat dihubungi dan berpandangan sejalan’. Setelah kondisi di Mesir kian memburuk, Suleimanlah yang menjadi  perpanjangan tangan Washington di Pemerintahan Mesir.

Saat aksi demonstrasi pecah pada 2 Februari 2011 antara pendukung dan penentang Mubarak di Lapangan Tahrir, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat ketika itu, Hillary Clinton segera menghubungi Suleiman. Clinton mendesaknya untuk menyelidiki siapa dalang dari insiden itu. Suleiman diminta untuk menanganinya dengan tepat dan wajar. 

Campur tangan Amerika Serikat tak hanya sampai di situ. Mantan duta besar Amerika Serikat di Kairo, Frank Wisner, juga diperintahkan Presiden Barack Obama untuk membantu menyelesaikan krisis di Mesir tersebut dan bertemu Suleiman. Pertemuan Suleiman dan Wisner merupakan saat bersejarah bagi kedua negara.

Selain ramah dan berpandangan luas, Suleiman juga dianggap sebagai sosok yang sangat ‘cemerlang dan sangat realistis’. Hal itu tertuang dalam tulisan di buku Jane Mayer, koresponden New Yorker, yang berjudul The Dark Side.

Sedangkan bagi Ron Suskind, penulis buku The One Percent Doctrine, sebagai pimpinan Mukhabarat, Suleiman diyakini sebagai the hit man bagi rezim pemerintahan Mubarak. Yaitu orang yang bertugas mengurusi ‘masalah kotor’. Omar Suleiman wafat pada  19 Juli 2012, di Cleveland, Ohio, Amerika. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement