Jumat 04 Sep 2020 06:49 WIB

Menyaksikan Alquran Dirusak, Apa Hukumnya Bagi Muslim?

Ada tahapan-tahapan yang jelas dalam menyikapi kasus perobekan Alquran

Rep: Andrian Saputra/ Red: A.Syalaby Ichsan
Pembakaran alquran di Malmo, Swedia memicu terjadinya kerusuhan.
Foto: EPA
Pembakaran alquran di Malmo, Swedia memicu terjadinya kerusuhan.

REPUBLIKA.CO.ID, Kerusuhan meletup di Kota Malmo, Swedia, akhir pekan lalu. Kerusuhan terjadi karena dilatarbelakangi aksi kelompok ekstremis sayap kanan garis keras Denmark, Stram Kurs, melakukan pembakaran Alquran. Sehari berselang, insiden serupa juga terjadi di Kota Oslo, Norwegia, di mana seorang wanita dari kelompok Setop Islamisasi Norwegia (SIAN) merobek-robek Alquran saat unjuk rasa anti-Islam. Bagaimana seharusnya umat Islam Indonesia bersikap dengan perobekan tersebut?

Sekretaris Jenderal Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Ustaz Ahmad Kusyairi Suhail menjelaskan, perobekan Alquran seperti yang terjadi di Kota Malmo, Swedia, dan Kota Oslo, Norwegia, termasuk perbuatan kemungkaran. Ustaz Kusyairi menjelaskan, Rasulullah telah memberikan panduan dan arahan kepada Muslim dalam menyikapi dan memberantas kemungkaran.

Keterangan ini dapat ditemukan dalam hadis Nabi Muhammad. Abu Sa’id Al Khudry RA berkata, saya mendengar Rasulullah bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah (mengingkari) dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah ia mengubah (mengingkari) dengan lisannya. Jika tidak mampu, hendaklah ia mengubah dengan hatinya dan itulah keimanan yang paling lemah” (HR Muslim No 49).

Dari hadis tersebut, menurut Ustaz Kusyairi, terdapat tahapan-tahapan yang sangat jelas dan gamblang dalam menyikapi kasus perobekan Alquran yang terjadi di Swedia dan Norwegia. Bagi Muslim yang mempunyai kemampuan atau kekuatan, mempunyai kewajiban untuk mencegah atau melawan kemungkaran tersebut dengan kekuatannya. Dalam hal ini termasuk juga melalui kekuasaan dan jalur hukum

"Dengan tangan termasuk di sini dengan kekuasaan, dengan melobi penguasa atau pemerintah setempat, atau dengan menggunakan jalur hukum (yudikatif) dan lain-lain," kata Ustaz Kusyairi kepada Republika, beberapa hari lalu. 

Meski demikian, bila tak memiliki kekuatan untuk secara langsung melawan kelompok-kelompok yang melakukan perobekan Alquran, terlebih Muslim Indonesia terpisah dengan jarak, Ustaz Kusyairi menyarankan, kaum Muslimin dapat menyuarakan sikap penolakan melalui media sosial ataupun media //mainstream// serta sarana lainnya. Hal ini termasuk yang disebutkan Rasulullah mencegah atau melawan kemungkaran dengan lisan. 

Lebih lanjut, Ustaz Kusyairi menjelaskan, bagi kaum Muslimin yang tidak mempunyai kemampuan mecegah atau melawan aksi perobekan Alquran secara langsung baik melalui regulasi, jalur hukum, dan menyuarakan penolakan melalui media sosial, harus tetap mempunyai perasaan benci dan menentang dalam hati dengan perbuatan mungkar tersebut.

"Dengan hati, ada situasi dan kondisi yang terkadang seseorang tidak memungkinkan mencegahnya dengan tangan atau lisan atau karena ada regulasi yang melarang itu, misalnya, bagi kaum Muslimin minoritas atau adanya kekhawatiran menimbulkan madharat yang lebih besar, tetap wajib menentangnya, minimal dengan hati. Dalam berdakwah dan amar makruf nahi mungkar, perlu senantiasa mempertimbangkan dan memadukan antara fiqhu'l ahkam (fikih hukum) dengan fiqhu'l aqi' (fikih realitas)," kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement