Jumat 04 Sep 2020 06:11 WIB

Keutamaan Surah Al-Fatihah

Rahasia Surah Al-Fatihah (3)

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar berpose saat wawancara khusus bersama Republika di ruangannya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (28/7). Dalam wawancara tersebut membahas tentang progres renovasi Masjid Istiqlal.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar berpose saat wawancara khusus bersama Republika di ruangannya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (28/7). Dalam wawancara tersebut membahas tentang progres renovasi Masjid Istiqlal.

Oleh Prof KH Nasaruddin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal)

REPUBLIKA.CO.ID, Kandungan surah al-Fatihah sangat dalam dan kom prehensif, mulai hal-hal yang bersifat langit (celestial) sampai ke hal-hal yang bersifat bumi (terestrial); dari hal-hal yang bersifat duniawi (worldly) sampai ke hal-hal yang bersifat ukhrawi (escatologis), janji dan ancaman, dan penghambaan diri kepada Allah SWT.

Meskipun hanya ada tujuh ayat dalam surah al-Fatihah, ketujuh ayat ini mencakup keseluruhan, baik urusan makrokosmos berupa alam semesta maupun urusan mikrokos mos, baik urusan dunia maupun urusan akhirat, baik urusan Tuhan maupun urusan manusia dan alam lingkungan hidupnya. Semuanya dibicarakan secara komprehensif dan saling mendukung satu sama lain di antara ayat-ayatnya.

Ada ulama menyatakan bahwa sesungguhnya surah al-Fatihah sudah cukup untuk menuntun hambanya menemukan diri-Nya, tetapi Allah SWT menambahkan surah-surah lain. Makin banyak petunjuk (directions) menuju ke sebuah alamat, makin kecil kemungkinan seseorang salah alamat. Bandingkan dengan The Ten Com mandments, 10 Perintah Tuhan, yang disampaikan kepada Nabi Musa AS.

Kesepuluh perintah itu berisi pesan yang amat padat, yakni pengesaan Allah, penghormatan kepada orang tua, pemeliharaan har-hari suci Tuhan, larangan penyembahan berhala, penghujatan, pembunuhan, perzinaan, pencurian, ketidakjujuran, dan hasrat kepada hal-hal yang buruk.

Bisa dibayangkan, 10 petunjuk diberikan kepada Nabi Musa dan 6.666 ayat Alquran yang berikan ke pada Nabi. Ini semua melambangkan kasih sayang Tuhan terhadap kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Ayat pertama sampai ayat ketiga berbicara tentang urusan kehidupan di dunia. Allah menggambarkan kelembutan dan kasih sayang-Nya.

Diri-Nya sebagai pribadi (Allah) lebih ditekankan sebagai Maha Pengasih (al-Rahman al-Rahim) dan diri-Nya sebagai Tuhan (ÑÈ) tetap lebih ditonjolkan sebagai Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Jadi, pengulangan kata ini sebetulnya tidak ada unsur kemubaziran kata (redundant). Akan tetapi, ayat keempat dan seterusnya surah ini berbicara tentang hari kemudian, setelah hari kehidupan fisik manusia. Setelah manusia wafat, seolah-olah pintu kasih sayang Allah sudah tertutup, lalu diteruskan dengan ayat: ãMalik yaum al-din (Yang menguasai hari pembalasan/QS al-Fatihah [1]:4).

Seseorang yang membaca surah al-Fatihah diharapkan sudah menyingkirkan semua urusan dan kepentingan. Sedapat mungkin kita membayangkan kehadiran Allah SWT di hadapan kita. Inilah makna ayat: ÅIyyaka na'bud wa iyyaka nasta'in (Hanya kepada Engkaulah kami me nyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan/QS al- Fatihah [1]:5). Ayat ini menggunakan kata iyyaka (hanya Engkau), bukan iyyahu (hanya Dia). Ini artinya Allah SWT tampil sebagai pihak kedua yang diajak berbicara (mukhathab), bukan pihak ketiga yang dibicarakan. Wajar jika kita diminta fokus dan mengerah kan segenap pikiran dan konsentrasi kita kepada Allah SWT saat membaca ayat ini. Bisa kita bayangkan, bagaimana jadinya jika mulut kita membaca iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, tetapi dalam ingatan kita sepatu atau kendaraan kita di luar. Seolah-olah yang kita sembah adalah sang sepatu atau kendaraan.

Surah al-Fatihah juga mengandung kekuatan inti atau puncak segala doa, yaitu:Ihdina alshirath al-muttaqim (Tunjukilah kami jalan yang lurus/QS al-Fatihah: 6). Jika Allah SWT sudah menunjukkan jalan lurus dan sekali gus mengabulkan doa ini, mau minta apa lagi? Bukankah doa-doa lain hanya penegasan detail dari doa ini?

Kedudukan al-Fatihah dalam shalat amat penting. Nabi pernah mene gaskan: "La shalata li man la yaqra' surah al-fatihah." Artinya: "Tidak ada shalat tanpa membaca surah al-Fati hah." (HR al-Bukhari/No 757). Shalat pada hakikatnya adalah perjalanan mendaki (mi'raj) menuju Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam hadis: Al-shalatu mi'raj al-mu'minin (Shalat adalah mi'raj bagi orang-orang ber iman). Untuk mendaki ke puncak su dah tentu membutuhkan energi spiri tual yang luar biasa. Di sinilah ke du dukan surah al-Fatihah yang harus dihayati maknanya. Ayat demi ayat surah ini menjadi representasi dari keseluruhan ayat dan surah di dalam Alquran.

Salah satu kekuatan shalat itu ada lah pembacaan surah al-Fatihah. Sangat disarankan jika seseorang tidak mampu khusyuk sepanjang shalat, setidaknya di dalam tiga tem pat, yaitu ketika membaca takbir ihkram, ketika membaca ayat kelima surah al-Fatihah: ÅIyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in (Hanya kepada Engkau lah kami menyembah dan hanya ke pada Engkaulah kami mohon perto longan/QS al-Fatihah [1]: 5).

sumber : Dialog Jumat
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement