Rabu 02 Sep 2020 14:51 WIB

BPS: Pemulihan Sektor Pariwisata Butuh Waktu Lama

Penurunan sektor pariwisata berdampak pada banyak sektor, terutama transportasi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Pengunjung menikmati suasana matahari tenggelam di Pantai Tanjung Layar Putih, Makassar, Sulawesi Selatan, Ahad (30/8). Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyebutkan, pemulihan pada sektor pariwisata akan membutuhkan waktu lama.
Foto: ANTARA/Arnas Padda
Pengunjung menikmati suasana matahari tenggelam di Pantai Tanjung Layar Putih, Makassar, Sulawesi Selatan, Ahad (30/8). Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyebutkan, pemulihan pada sektor pariwisata akan membutuhkan waktu lama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyebutkan, pemulihan pada sektor pariwisata akan membutuhkan waktu lama. Salah satu indikatornya terlihat pada lambatnya pemulihan aktivitas masyarakat pada tempat-tempat transit, seperti bandara dan stasiun bus.

Menurut data yang disampaikan Suhariyanto dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (2/9), rata-rata mobilitas masyarakat di tempat transit pada Juli 2020 masih 35,3 persen di bawah normal. Baseline yang digunakan adalah periode 3 Januari hingga 6 Februari 2020 atau sebelum World Health Organization (WHO) mendeklarasikan pandemi Covid-19.

Baca Juga

"Seiring pergerakan di tempat transit ini, terlihat untuk sektor pariwisata, recovery-nya akan butuh waktu sangat lama," kata Suhariyanto dalam rapat tersebut.

Di sisi lain, Suhariyanto menambahkan, pemulihan sektor pariwisata tidak hanya bergantung pada kondisi di Indonesia. Kebijakan dari berbagai negara mengenai larangan perjalanan akan sangat menentukan nasib sektor ini.

Tekanan terhadap sektor pariwisata bisa terlihat pada jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang sudah terjadi sejak awal tahun. Sepanjang Januari hingga Juli ini, jumlah kunjungan turis asing hanya 3,2 juta orang atau menurun 64,64 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Data terbaru menunjukkan, tingkat kunjungan wisatawan mancanegara pada Juli sempat tumbuh 0,95 persen dibandingkan Juni, menjadi 159.800 orang. Tapi, kalau dibandingkan Juli 2019, pertumbuhannya masih kontraksi hingga 89,12 persen. 

"Ini masih jauh dari normal," ujar Suhariyanto.

Suhariyanto menekankan, situasi ini harus menjadi perhatian. Sebab, penurunan sektor pariwisata sangat berdampak pada banyak sektor, terutama transportasi dan pergudangan, yang sudah mengalami kontraksi dalam pada kuartal kedua.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, salah satu upaya yang terus dilakukan pemerintah adalah menekan laju penyebaran Covid-19 guna meningkatkan kepercayaan diri masyarakat, termasuk untuk bepergian.

Sri mengakui, dampak pandemi terhadap sektor pariwisata sudah sangat besar, terutama pada provinsi yang bergantung pada sektor ini. Misalnya saja Bali yang mengalami kontraksi ekonomi hingga 10 persen pada kuartal kedua. "Ini menggambarkan pentingnya untuk bisa menciptakan confidence untuk mengembalikan ekonomi di bidang pariwisata," ucapnya.

Tidak hanya pada pariwisata, Sri juga berharap, pemulihan signifikan akan terjadi pada industri pengolahan yang mengalami kontraksi 6,19 persen pada kuartal kedua. Harapan ini terutama dengan dengan melihat indeks Purchasing Managers’ Index manufaktur yang sudah berada pada posisi 50,3 pada bulan lalu, jauh membaik dibandingkan penurunan rata-rata sebesar 31,7 pada kuartal kedua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement