Rabu 02 Sep 2020 04:52 WIB

Faisal Basri Jelaskan Dua Penyebab Pertamina Merugi

Selama PSBB, konsumsi bahan bakar turun tajam.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
PT Pertamina (Persero) melalui Marketing Operation Region III, mencatatkan kenaikan konsumsi BBM hingga pertengahan Agustus 2020.
Foto: Pertamina
PT Pertamina (Persero) melalui Marketing Operation Region III, mencatatkan kenaikan konsumsi BBM hingga pertengahan Agustus 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengatakan bahwa kerugian PT Pertamina (Persero) pada semester I 2020 disebabkan dua hal. Pertamina mengalami kerugian akibat penjualan bensin di sektor hilir migas dan kerugian penjualan minyak mentah di sektor hulu migas.

Sektor hilir yang mana Pertamina sebagai penjual bahan bakar minyak (BBM), kerugian Pertamina disebabkan oleh konsumsi BBM yang turun tajam pada transportasi darat dan udara selama triwulan II 2020.

“Pembatasan sosial dengan aturan PSBB dimulai pada bulan April di berbagai daerah maka masyarakat pun tidak ada pengeluaran untuk bensin. PSBB diterapkan di beberapa daerah, tetapi itu berada di pulau Jawa. Sedangkan penggunaan BBM di seluruh pulau Jawa itu lebih dari setengah penggunaan BBM secara nasional,” ujar Faisal, Selasa (1/9).

Pada sektor hulu, dimana Pertamina sebagai penghasil minyak mentah, dirugikan dengan anjloknya harga minyak dunia. Tercatat pada Maret hingga April ini rata-rata harga minyak dunia anjlok di kisaran 30 dolar AS per barel. Hingga saat ini harga minyak dunia belum pulih sampai harga di titik sebelum pademi covid-19, dikisaran 55 dolar AS per barel.

“Harga minyak mentah dunia anjlok sedangkan ongkos untuk biaya operasional tidak turun, ya rugi,” tutup Faisal Basri.

Pengamat ekonomi dan juga akademisi dari Universitas Indonesia ini mengatakan kerugian PT Pertamina senilai 767.91 juta dolar AS atau setara Rp 11.13 triliun pada semester I 2020 adalah kerugian yang paling kecil di antara kerugian yang dialami perusahaan migas diseluruh dunia. “Hampir semua perusahaan migas dunia mengalami kerugian di masa pademi, namun Pertamina kerugiannya paling kecil,” jelasnya.

Dia menuturkan bahwa kerugian perusahaan migas dialami oleh British Petroleum dengan nilai 21,21 miliar dolar AS. Dia membandingkan dua perusahaan migas yang nilai asetnya mendekati Pertamina, yakni Conoco Phillips dan Eni. Conoco Phillips  mengalami kerugian dua kali lebih besar dari Pertamina.

“Sedangkan Eni merupakan perusahaan migas Italia, rugi 10 kali lipat dibanding Pertamina,” terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement