Selasa 01 Sep 2020 21:47 WIB

Prinsip Anti-Rasisme dalam Alquran yang Bersifat Abadi

Alquran dan Perjanjian Lama berbeda sikap soal rasisme.

Alquran dan Perjanjian Lama berbeda sikap soal rasisme. Ilustrasi rasisme
Foto: Republika/ Wihdan
Alquran dan Perjanjian Lama berbeda sikap soal rasisme. Ilustrasi rasisme

REPUBLIKA.CO.ID, Berbeda dengan kitab Perjanjian Lama (Kejadian 9:18-25) yang secara tidak langsung mengesahkan rasisme, kitab suci Alquran berusaha mengikis habis segala bentuk kezaliman berbasis ras. Bahwa manusia diciptakan berbeda-beda rupa dan warna kulitnya, masing-masing mempunyai baha sa dan budaya sendiri, semua itu adalah petanda dari Sang Pencipta untuk direnungkan oleh mereka yang berilmu (QS ar- Rum 22): 

وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ

Baca Juga

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” 

Kebhinnekaan ras, etnis, dan suku se mestinya mendorong manusia agar saling mengenal, saling menghargai, saling melindungi (QS al-Hujurat 13), bekerjasama, tolongmenolong dan bahu-membahu dalam meraih kebahagiaan dan mengatasi masalah bersama (QS al-Ma'idah 2). Kemulia an seseorang tidak ditentukan oleh ras atau silsilah nenek-moyangnya, tetapi oleh volume ketaqwaannya (QS al-Hujurat 13).

Tidak dibolehkan mengejek, melecehkan atau menjatuhkan satu sama lain. Juga dihimbau agar jangan saling mencurigai dan mencari-cari kesalahan atau kelemahan orang lain (QS al-Hujurat 11-12). Ayat terakhir ini meletakkan dasar anti pencemaran nama baik (defamation law).

Ditekankan bahwa kita mesti berlaku adil dan baik kepada manusia, apapun ras nya, dan tidak boleh berbuat zalim, munkar, keji serta melampaui batas (QS an-Nahl 90). Jangan sampai kebencian, prejudice atau fanatisme kelompok mempengaruhi kita sehingga bertindak zalim (QS al-Ma'idah 8). 

Haram hukumnya membunuh manusia tanpa alasan yang dibenarkan (bi-ghayri haqq). Tidak dibenarkan membunuh orang yang lemah (wanita, anak-anak, golongan lanjut usia), orang tak bersalah apa-apa, dan orang yang sudah menyerah. Mem bunuh seorang manusia yang bukan pembunuh (bi-ghayri nafs) dan bukan pula perusak adalah sama dengan membunuh seluruh manusia (QS al-Ma'idah 32). Jangan kan melakukan pembunuhan, sedang bersikap angkuh atau menganggap diri super dengan jelas dikecam (QS al-Isra' 38). 

Satu-satunya alasan untuk merasa bangga yang dibenarkan ialah bila kita sungguhsungguh beriman (QS Al 'Imran 139), tanpa memandang ras, keturunan, warna kulit atau bentuk rupa.  

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS an-Nisa' 36). 

Dan simaklah sabda Kanjeng Nabi SAW: 

هم إخوانكم خوَلُكم جعَلَهم الله تحت أيديكم، فمن كان أخوه تحت يده فليُطعِمْه ممَّا يأكلُ ويُلبِسْه مما يلبَس ولا تكَلِّفوهم ما يغلِبُهم، فإنْ كلَّفتُموهم فأعينُوهم،

"Mereka [budak-budak itu] adalah saudara-saudaramu (hum ikhwanukum) dan milik yang dititipkan Allah kepadamu. Maka siapa yang saudaranya dititipkan padanya, hendaklah ia memberinya makanan yang ia makan, pakaian yang ia pakai, dan janganlah membebani mereka dengan pekerjaan berat yang tak sanggup mereka lakukan. Kalaupun terpaksa menyuruh, maka bantulah mereka mengerjakannya." (HR Imam Muslim). Semoga rasa kebangsaan kita dipimpin oleh rasa keadilan.

*Naskah ini merupakan cuplikan dari artikel berjudul Kebangsaan dan Keadilan karya Dr Syamsuddin Arif yang diterbitkan Harian Republika 2015.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement