Selasa 01 Sep 2020 14:56 WIB

Ekonomi 2021 Tumbuh 5,5 Persen, Sri Mulyani: Realistis

Keberhasilan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi global jadi penentu.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 persen hingga 5,5 persen pada tahun depan masih realistis. Pandangan ini dengan mempertimbangkan empat faktor dan baseliner pertumbuhan ekonomi yang rendah pada 2020.
Foto: Dok. Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 persen hingga 5,5 persen pada tahun depan masih realistis. Pandangan ini dengan mempertimbangkan empat faktor dan baseliner pertumbuhan ekonomi yang rendah pada 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 persen hingga 5,5 persen pada tahun depan masih realistis. Pandangan ini dengan mempertimbangkan empat faktor dan baseliner pertumbuhan ekonomi yang rendah pada 2020.

Faktor pertama yang dimaksud Sri adalah keberhasilan penanganan pandemi Covid-19, termasuk upaya riset vaksin. Kedua, kondisi pemulihan kinerja perekonomian global. "Terutama dipengaruhi penanganan pandemi Covid-19, faktor geopolitik pascapemilu Amerika Serikat (AS), dinamika hubungan AS dan China, serta harga komoditas," ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (1/9).

Faktor ketiga, Sri menambahkan, upaya reformasi struktural untuk meningkatkan kemudahan usaha dan menarik investasi. Terakhir, dukungan kebijakan fiskal yang bercorak countercyclical termasuk melalui lanjutan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). 

Sri menjelaskan, rentang perkiraan yang cukup lebar juga terjadi pada proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh lembaga-lembaga Internasional. Dana Moneter Internasional (IMF) misalnya, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,1 persen. Sementara Bank Dunia memprediksi 4,8 persen, dan Bank Pengembangan Asia (ADB) 5,3 persen. 

Ditinjau dari sisi komponen sumber pertumbuhan ekonomi pada 2021, Sri mengatakan, pemerintah memandang adanya pemulihan dari sisi permintaan domestik. "Khususnya konsumsi dan investasi," katanya.

Dua komponen tersebut diperkirakan kembali berfungsi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Komitmen Pemerintah dalam menjaga stabilitas tingkat inflas diharapkan mampu mengembalikan level kepercayaan masyarakat untuk kembali melakukan aktivitas belanja dan mobilitas secara normal.

Sementara itu, kinerja investasi (PMTB) diperkirakan akan naik tajam sejalan dengan keberlanjutan pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, adanya upaya reformasi struktural yang mendorong kemudahan berusaha dan daya tarik investasi. 

Sri memperkirakan, kinerja ekspor bisa lebih baik pada tahun depan, meskipun akan sangat bergantung pada kondisi pemulihan kinerja ekonomi global. Ekspor akan didorong melalui perluasan negara yang potensial sebagai tujuan ekspor serta diversifikasi produk ekspor.

Sedangkan, impor diarahkan pada pemenuhan kebutuhan domestik sesuai dengan prioritas nasional, terutama untuk bahan baku dan barang modal.

Dari sisi suplai, pemerintah memandang bahwa 2021 menjadi tahun pemulihan sekaligus momentum untuk reformasi struktural guna mendorong produktivitas dan daya saing industri. Sri menuturkan, sektor Industri  Pengolahan diharapkan kembali menjadi engine of growth dengan dukungan berbagai upaya kebijakan pemulihan dan upaya revitalisasi.

Perbaikan infrastruktur digital juga akan mampu mendorong sektor terkait ekonomi digital dan sektor yang menggunakan teknologi tinggi. Misalnya, sektor informasi dan komunikasi, jasa keuangan, serta jasa perdagangan ritel dan sektor UMKM untuk tumbuh di atas rata-rata nasional.

Di samping itu, Sri menambahkan, pemerintah tetap memprioritaskan ketahanan pangan dan ketahanan energi sebagai penopang untuk menggerakkan perekonomian nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement