Selasa 01 Sep 2020 14:48 WIB

Studi: Petugas Medis Kerap Terinfeksi Covid-19 Tanpa Gejala

Ribuan petugas medis di AS tidak terdiagnosis gejala Covid-19

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Seorang petugas medis mengenakan alat pelindung diri menunggu untuk menyeberangi jalan ke tenda triase yang didirikan diluar ruang gawat darurat Maimonides Medical Center di Brooklyn, New York, Amerika Serikat, Senin (6/4). Kota New York masih dianggap sebagai pusat penyebaran wabah virus Corona di Amerika Serikat dan masih ada kekhawatiran adanya lonjakan pasien COVID-19.
Foto: EPA-EFE/JUSTIN LANE
Seorang petugas medis mengenakan alat pelindung diri menunggu untuk menyeberangi jalan ke tenda triase yang didirikan diluar ruang gawat darurat Maimonides Medical Center di Brooklyn, New York, Amerika Serikat, Senin (6/4). Kota New York masih dianggap sebagai pusat penyebaran wabah virus Corona di Amerika Serikat dan masih ada kekhawatiran adanya lonjakan pasien COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sejumlah studi ilmiah mengenai infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) mengungkap bahwa penyakit ini seringkali tidak terdiagnosis pada para petugas medis, khususnya pekerja di rumah sakit. Seperti di Amerika Serikat (AS), antara April dan Juni, terdapat lebih dari 3.000 pekerja di 12 negara bagian, kira-kira satu dari 20 memiliki bukti antibodi. 

Namun, 69 persen dari kasus Covid-19 tersebut tidak pernah didiagnosis. Di antara mereka yang memiliki antibodi terhadap penyakit, sepertiga tidak mengalami gejala pada bulan-bulan sebelumnya, hampir setengahnya tidak curiga bahwa mereka telah terinfeksi, dan sekitar dua pertiga tidak pernah memiliki tes Covid-19 positif.

Baca Juga

Kasus Covid-19 di antara petugas medis mungkin tidak terdeteksi karena beberapa infeksi hanya bergejala ringan atau bahkan tanpa gejala. Selain itu, mereka mungkin tidak selalu memiliki akses untuk mendapatkan tes atau pengujian penyakit. 

Antibodi Covid-19 kurang umum di antara pekerja yang melaporkan menggunakan masker maupun penutup wajah untuk semua pertemuan dengan pasien dan lebih umum di antara mereka yang melaporkan kekurangan alat pelindung diri. Para peneliti menyerukan pengujian yang lebih sering terhadap personel kesehatan dan penggunaan penutup wajah secara universal di rumah sakit.

Menyusul laporan terbaru bahwa virus corona baru dapat menyerang sel otot jantung, muncul penemuan bahwa sel yang terinfeksi menunjukkan gangguan fungsi. Dalam percobaan tabung reaksi, para peneliti menginfeksi miosit atau sel otot jantung, dengan virus corona jenis baru dan menemukan bahwa sebelum sel yang terinfeksi mati, mereka secara bertahap kehilangan sifat elektrofisiologis dan kontraktilnya.

Itu berarti mereka mengalami kesulitan mentransmisikan impuls listrik yang mengatur detak jantung dan memperpendek atau memperpanjang seratnya sehingga jantung dapat mengembang dan berkontraksi untuk memompa darah. Dalam sebuah makalah yang diposting secara daring pada akhir pekan lalu di bioRxiv, para peneliti mencatat bahwa percobaan tabung reaksi mereka kemungkinan tidak secara tepat mereplikasi apa yang terjadi dengan sel di dalam tubuh dan diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengkonfirmasi temuan mereka.

Namun, tim peneliti mengatakan, hasil studi menunjukkan bahwa gejala jantung pada pasien Covid-19 kemungkinan merupakan efek langsung dari virus. Mereka memperingatkan bahwa komplikasi jantung jangka panjang mungkin terjadi pada pasien yang sembuh dari penyakit ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement