Senin 31 Aug 2020 22:51 WIB

Tawassul Kala Doa Boleh Saja, Tapi Ini Syaratnya

Bertawassul ketika berdoa merupakan bagian dari adab doa itu sendiri.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Bertawassul ketika berdoa merupakan bagian dari adab doa itu sendiri. Ilustrasi doa
Foto: Republika/Wihdan
Bertawassul ketika berdoa merupakan bagian dari adab doa itu sendiri. Ilustrasi doa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Berdoa kepada Allah SWT yang menggunakan tawassul atau perantara Nabi Muhammad SWT dan orang-orang soleh merupakan bagian dari adab. Melalui tawassul doa dipercaya akan segera dikabulkan Allah SWT.  

”Tawassul merupakan salah satu metode di dalam melakukan doa. Bahkan pada hakikatnya, tawassul merupakan salah satu adab di dalam melakukan permohonan kepada Allah SWT," kata Ustadz Isnan Ansory Lc MA dalam bukunya" Pro Kontra Tawassul".

Baca Juga

Menurutnya, suatu hal yang lazim ketika seseorang merasa tidak pantas dalam memohon sesuatu, lantas menjadikan pertolongan pihak lain sebagai sarana untuk mendapatkan sesuatu tersebut.

Namun satu hal yang patut dicatat, bahwa yang menjadi obyek permohonan dan doa dalam aktivitas tawassul adalah Allah SWT semata. "Sebab memohon dan berdoa kepada selain Allah dalam hal-hal yang merupakan hak prerogatif Allah SWT, apakah melalui perantara ataupun tidak, merupakan perbuatan syirik yang haram," katanya.

Karena itulah seorang Muslim yang bertawassul, wajib meyakini bahwa permohonan hajatnya harus senantiasa ditujukan hanya kepada Allah SWt semata. Dan juga wajib meyakini bahwa Allah-lah yang akan menjawabnya. 

Sebab itulah, jika orang yang bertawassul meyakini bahwa media yang dijadikan untuk bertawassul kepada Allah itu bisa memberi manfaat dan derita dengan sendirinya sebagaimana Allah atau tanpa izin-Nya, niscaya dia telah berbuat kesyirikan. Allah SWT dalam surat Al-Jin ayat 18 berfirman: 

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدً

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah (memohon berdoa) seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”

Imam al-Qurthubi (w  671 H) berkata, “Ayat ini merupakan celaan kepada orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah dalam doa mereka di Masjidil Haram. Imam asy-Syaukani (w 1250 H) berkata dalam kitabnya Tuhfah adz-Dzakirin saat menjelaskan tentang shalat hajat.

"Hadits ini (hadits orang buta yang bertawassul kepada Rasulullah SAW) merupakan dalil tentang bolehnya menjadikan Rasulullah SAW sebagai wasilah kepada Allah SWT."

Namun dengan tetap meyakini bahwa Allah-lah yang menjadi pemberi hajat. Selain itu, hakikatnya bertawassul dalam doa, bukanlah suatu keharusan. Sebagaimana terkabulnya doa, tidaklah secara pasti ditentukan dengan wasilah tersebut. "Justru inti dari tawassul adalah doa itu sendiri, yang ditujukan sebagai ibadah kepada Allah SWT" katanya.

  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement