Senin 31 Aug 2020 13:05 WIB

Inggris Minta Warganya Makan di Restoran demi Dorong Ekonomi

Pemerintah memberikan diskon makanan bagi warganya jika makan di restoran.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Inggris beri diskon untuk makan di restoran (Foto: restoran Pizza Express di London, Inggris)
Foto: Wikimedia
Inggris beri diskon untuk makan di restoran (Foto: restoran Pizza Express di London, Inggris)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Keuangan Inggris, Rishi Sunak mendorong warga untuk makan di restoran untuk menggerakkan sektor perekonomian di sektor industri makanan. Pemerintah Inggris telah mengeluarkan inisiatif dan skema diskon makanan yang diberi nama "Eat Out to Help Out".

Inisiatif "Eat out to Help Out" dirancang untuk meningkatkan sektor perhotelan yang sangat terpukul karena pandemi virus corona. Inisiatif tersebut menawarkan diskon hingga 50 persen di sejumlah restoran yang berpartisipasi.

Baca Juga

Menurut situs web pemesanan online, Open Table, skema yang diluncurkan pemerintah memiliki dampak yang cukup signifikan. Lebih dari 64 juta makanan telah dikonsumsi sejak skema tersebut diluncurkan. Selain itu, jumlah pengunjung antara Senin dan Rabu pada Agustus naik 95 persen ketimbang tahun lalu.

"Skema tersebut mengingatkan kita mengapa kita sebagai bangsa suka makan di luar dan saya mendorong pengunjung untuk menjaga momentum untuk membantu melanjutkan pemulihan ekonomi kita," ujar Sunak, dalam sebuah pernyataan, Senin (31/8).

Atas nama pemerintah, Sunak memberikan apresiasi yang sangat besar kepada warga yang telah berpartisipasi dalam inisiatif "Eat out to Help Out". Dia juga mengapresiasi para manajer restoran yang selalu memastikan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona, termasuk koki dan pramusaji yang telah bekerja tanpa lelah.

Sistem diskon makanan akan berakhir pada Agustus. Namun, beberapa jaringan restoran akan memperpanjang diskon hingga September.

"Semuanya telah membantu melindungi 1,8 juta pekerjaan di sektor perhotelan," kata Sunak.

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson memberlakukan lockdown secara nasional pada Maret. Selama lockdown sebagian besar bisnis, termasuk hotel dan restoran tutup. Departemen Keuangan menyatakan, sekitar 80 persen perusahaan perhotelan menghentikan bisnis pada April. Hal itu menyebabkan 1,4 juta pekerja berhenti bekerja untuk sementara. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement