Ahad 30 Aug 2020 10:50 WIB

Mengenal Penyakit Kolitis Ulseratif yang Mendera Shinzo Abe

PM Jepang Shinzo Abe mengundurkan diri karena sakit kolitis ulseratif.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe membungkukkan badannya saat konferensi pers di kediaman resminya, Tokyo, Jepang, Jumat (28/8). Abe mengumumkan pengunduran dirinya akibat sakit kolitis ulseratif.
Foto: EPA
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe membungkukkan badannya saat konferensi pers di kediaman resminya, Tokyo, Jepang, Jumat (28/8). Abe mengumumkan pengunduran dirinya akibat sakit kolitis ulseratif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe mengundurkan diri akibat kolitis ulseratif yang dideritanya. Koltis ulseratif atau (ulcerative colitis), penyakit gastrointestinal adalah penyakit radang usus kronis yang diderita jutaan orang dan dapat kambuh secara tak terduga.

Penyakit itu mengiritasi dan melukai lapisan paling dalam dari usus besar dan rektrum serta menyebabkan bisul dan luka di saluran pencernaan. Gejalanya bisa berupa diare tak terkontrol, pendarahan rektal, penurunan berat badan, nafsu makan berkurang, sakit perut, dan sering harus ke toilet.

Baca Juga

Penyakit itu bisa terjadi sejak usia muda dan memburuk dari waktu ke waktu, seperti yang terjadi pada Abe yang kini berusia 65 tahun. Para dokter mengatakan, mereka melihat penyakit itu berkembang pada orang-orang berusia 50-an ke atas yang tidak mengalami gejala pada usia muda.

Penyakit radang usus ini dan juga penyakit Crohn dapat mengganggu seluruh saluran pencernaan. Menurut perkiraan dalam sebuah artikel yang diterbitkan Clinical Gastroenterology and Hepatology pada Mei lalu, penyakit kolitis ulseratif dan Crohn diderita lebih dari dua juta orang di Amerika Utara, lebih dari tiga juta di Eropa, dan jutaan lainnya di seluruh dunia.

 

Seorang ahli gastroenterologi di Massachusetts General Hospital, dr Ashwin N Ananthakrishnan menjelaskan, kolitis ulseratif pertama kali terlihat saat Perang Sipil, kemudian secara dramatis meningkat sejak 1940-an di Amerika Serikat. Di Asia, termasuk di Jepang, penyakit ini terpantau sejak 1970-an.

Ananthakrishnan yang merupakan penulis utama artikel itu mengatakan, pertumbuhan kasus sebagian besar karena perubahan kebiasaan makan di Asia, terutama menjauh dari makanan kaya serat. Penyebab dan pemicu dari Crohn dan kolitis ulseratif tetap menjadi area penelitian yang intens. Banyak pengobatan dikembangkan untuk meredakan gejalanya, tapi kedua penyakit itu dapat kambuh tanpa peringatan.

“Ini terkait dengan banyak gangguan. Orang bisa mengalami kekambuhan yang dapat berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa pekan," kata Ananthakrishnan dilansir laman NY Times, Ahad (30/8).

Asisten profesor di Fakultas Kedokteran Johns Hopkins University School dan spesialis kolitis dan gangguan usus lainnya, dr Reezwana Chowdhury mengatakan, kolitis ulseratif dapat berkembang pada usia berapa saja. Bahkan, anak-anak yang didiagnosis dengan kolitis dapat mengalami kekambuhan kronis.

"Ini penyakit seumur hidup," ujar Chowdhury.

Pengangkatan usus besar dapat dianggap sebagai terapi untuk kolitis ulseratif, tapi bukan tanpa komplikasi. Dalam beberapa kasus, ahli bedah membuat lubang buatan di dinding perut untuk membuang kotoran tubuh dari usus kecil atau yang dikenal sebagai ileostomi.

Ananthakrishnan mengatakan, kemajuan dalam perawatan telah secara tajam mengurangi kebutuhan akan pembedahan. Sekitar 20 tahun lalu, satu dari lima pasien membutuhkan pembedahan dibandingkan sekarang dengan perbandingan satu dari 10 pasien.

Meski demikian, Ananthakrishnan mengatakan, pasien yang telah melakukan perawatan tetap dapat menderita kekambuhan, tampaknya itu yang terjadi pada Abe. Hal itu tentu dapat berdampak buruk pada fungsi pasien seusia Abe.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement