Jumat 28 Aug 2020 07:33 WIB

Serapan Tenaga Kerja Dinilai Naik dengan Kemudahan Investasi

Kemudahan investasi dinilai bisa menyerap tenaga kerja.

Serapan Tenaga Kerja Dinilai Naik dengan Kemudahan Investasi. Foto ilustrasi: Investasi di Indonesia (Ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Serapan Tenaga Kerja Dinilai Naik dengan Kemudahan Investasi. Foto ilustrasi: Investasi di Indonesia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemudahan investasi dinilai bisa meningkatkan serapan tenaga kerja. Karena itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, menilai kemudahan investasi yang disuarakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi stimulus untuk penyerapan tenaga kerja.

Menurut Heri, jika dilihat aturannya, pemerintah ingin membuat lapangan kerja semakin banyak.

Baca Juga

"Pemerintah ingin membuat lapangan kerja semakin banyak lewat jalur investasi, melalui RUU Cipta Kerja," kata Heri, Kamis (27/8).

Namun, Heri mengingatkan, semakin banyak investasi yang datang bakal meningkatkan serapan tenaga kerja secara merata di dalam negeri. Kemudahan investasi pun bisa menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah.

Sehingga, tantangan yang dihadapi juga jadi semakin besar. Pemerintah pun menurutnya harus melakukan seleksi investasi yang diizinkan masuk setelah RUU Ciptaker disahkan. Disarankan mengutamakan industri padat karya mengingat pengangguran menjadi persoalan yang tengah dihadapi. 

Menurut Heri, rasio investasi di Indonesia kini tergolong besar terhadap produk domestik besar, sekitar 32 persen. Tertinggi pertama dari konsumsi rumah tangga yaitu 55 persen.

Sayangnya, ungkap dia, kontribusi investasi tersebut kurang siginifikan terhadap serapan tenaga kerja. Pangkalnya, sebagian besar tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM), seperti industri digital dan keuangan.

"Investor yang di sektor manufaktur, contohnya sektor jasa dan barang, itu kontribusinya semakin kecil, semakin melandai," katanya, Kamis (28/8).

Selain menyeleksi, pemerintah juga harus mampu dan optimal dalam mengarahkan investasi yang masuk. Itu juga harus mengelola dana yang datang karena realitasnya kini belum maksimal.

"Untuk lihat realisasi investasi di Indonesia itu lewat icore (incremental capital output ratio atau tingkat efisiensi investasi) dan icore Indonesia itu cukup besar dibanding negara tetangga, sekitar 6,5," ujarnya.

"Artinya kalau kita buat suatu produk di Indonesia, handphone misalnya, itu icore-nya 6,5, maka di negara tetangga, seperti Vietnam-Malaysia, itu icore-nya cuma 4," lanjutnya.

Semakin tinggi nilai icore, tingkat efisiensi investasi memburuk. Tingginya icore membuat investor beranggapan Indonesia sebagai negara boros modal.

Tugas pemerintah selanjutnya yaitu memastikan kualitas dan kemampuan SDM di dalam negeri. Jika tidak, investasi yang masuk takkan berdampak positif terhadap serapan tenaga kerja.

Menurutnya, kalau skill dan kualitas SDM-nya, terutama di daerah-daerah itu tidak mumpuni, tenaga kerja juga sulit terserap. "Yang ada malah perusahaan dibangun, tetapi yang kerja atau tenaga kerjanya tetap impor dari luar negeri," katanya.

"Makanya, pemrintah harus jamin, beri masyarakat pelatihan kemampuan kerja, bekali mereka dengan keahlian tertentu seusai dengan kebutuhan investasi yang akan dibangun di daerah tersebut," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement