Rabu 26 Aug 2020 21:05 WIB

Legislator: Bagaimana Nasib Guru Honorer?

Guru honorer bergaji kecil dan tak masuk cakupan penerima bantuan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah.
Foto: istimewa
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyoroti banyaknya jenis bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah. Pemerintah menggelontorkan bantuan untuk masyarakat yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), bantuan bagi para pengusaha mikro, kecil juga ultra mikro hingga subsidi bagi para karyawan bergaji di bawah Rp 5 juta. 

Ledia pun mempertanyakan nasib guru honorer yang mayoritas bergaji sangat kecil yang justru tidak termasuk dalam cakupan klasifikasi penerima bantuan sosial. "Coba kita tengok bagaimana nasib para guru honorer, baik di sekolah negeri apalagi swasta, dari jenjang PAUD sampai SMA/SMK, mereka sampai saat ini sama sekali tidak mendapatkan bansos yang secara eksplisit teranggarkan bagi mereka," kata Ledia dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Rabu (26/8).

Baca Juga

Ia mengungkapkan, ada sekitar 900 ribu guru honorer di seluruh Indonesia yang tersebar di sekolah negeri dan swasta. Rata-rata, mereka hanya mendapatkan gaji ratusan ribu.

Bahkan, ia menambahkan, ada yang hanya mendapatkan gaji di bawah Rp 500 ribu per bulan untuk masa bakti lebih 10 tahun. "Bagi mereka bansos sebesar Rp 600  per bulan sebagaimana yang diperoleh para karyawan bergaji di bawah Rp 5 juta, misalnya, jelas akan membantu kehidupan mereka. Namun sekali lagi, sayangnya berbagai bantuan sosial ini tidak ada yang teranggarkan bagi mereka," kata dia.

Ledia memahami kepentingan pengganggaran bansos, yakni merosotnya daya beli masyarakat pada masa pandemi. Kendati demikian, ia berharap segala bentuk belanja bantuan sosial tersebut tetap harus tepat sasaran. 

"Selama ini kan yang dapat itu adalah masyarakat yang masuk dalam data  DTKS, sementara kita tahu bahwa data DTKS itu sendiri banyak yang tidak valid. Maka pemutakhiran data pun menjadi satu hal yang krusial termasuk bagaimana pemerintah harus membuat cakupan klasifikasi yang lebih tepat sasaran agar semua masyarakat yang memenuhi syarat, termasuk di dalamnya adalah para guru honorer bisa merasakan manfaatnya," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement