Rabu 26 Aug 2020 09:54 WIB

Ini Penjelasan Dradjad Soal Target Ekonomi tak Realistis

Jika Covid-19 tak terkendali, kurva pemulihan ekonomi hanya berbentuk 'W' bahkan 'U'

Ekonom Indef, Dradjad Wibowo tidak yakin target ekonomi 5,5 persen bisa tercapai. Foto Dradjad Wibowo (ilustrasi)
Foto: istimewa/doc pribadi
Ekonom Indef, Dradjad Wibowo tidak yakin target ekonomi 5,5 persen bisa tercapai. Foto Dradjad Wibowo (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jika kurva pemulihan berbentuk ‘W’ maka susah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 4,5 - 5,5 persen. Selama covid-19 tidak terkendali, angka konsumsi rumah tangga sulit diharapkan bisa naik signifikan.

"Jadi asumsi pertumbuhan 5,5 persen itu mengandaikan kurva pemulihan Covid berbentuk kurva V,” kata ekonom Indef Dradjad Wibowo, menjawab pertanyaan Republika.co.id melalui pesan suara, Rabu (26/8). Dengan kondisi penanganan covid saat ini, Dradjad memperkirakan kurva pemulihan akan berbentuk kurva W.

Dijelaskannya, asumsi pertumbuhan 5,5 persen, secara implisit mengasumsikan Indonesia akan mengalami kurva pemulihan ekonomi yang berbentuk V. Kurva pemulihan ini, menurutnya, memang secara empiris pernah terjadi di negara yang terkena pandemi.

"Karena kegiatan ekonomi tertekan, sehingga ketika pandeminya berakhir maka konsumen, pelaku bisnis, investor, langsung pulih kembali confidence-nya langsung pulih kembali, dan spendingnya langsung dalam jumlah yang besar. Sehingga kegiatan ekonominya langsung pulih cepat,” papar Ketua Dewan Pakar PAN tersebut.

Namun, lanjut Dradjad, kondisi ini mensyaratkan pandeminya teratasi dulu. Karena kalau pandeminya tidak teratasi maka konsumen, utamanya kelas menengah atas, masih takut untuk berbelanja. Investor dan pelaku usaha juga takut berinvestasi karena risikonya juga tinggi.

Jadi, menurut dia, kuncinya pandemi harus teratasi, sehingga orang akan percaya diri untuk melakukan pergerakan secara fisik. “Orang berani bergerak datang ke tempat belanja lagi, investor berani lagi. Ini kuncinya,” jelas Dradjad.

Untuk kondisi Indonesia, menurut Dradjad, perkembangan kasus covid-19 maupun tingkat kematiannya, masih sedikit data yang mendukung pemulihan yang berbentuk kurva V. 

Dradjad memperkirakan, kemungkinan Indonesia akan menemui kurva pemulihan yang berbentuk kurva W. “Artinya (pertumbuhan ekonomi, Red) anjlok secara drastis, kemudian naik sedikit, goyang-goyang, lalu setelah pandeminya teratasi baru kemudian pertumbuhan akan melejit drastis,” kata Dradjad.

Bahkan jika kondisi pandemi memburuk, lanjut Dradjad, kurva pemulihan ekonomi  akan berbentuk kurva U. Artinya, anjlok secara drastis, lalu stagnan di kondisi jelek, setelah pandemi teratasi baru pertumbuhan akan naik secara drastis.

“Mudah-mudahan kurva U ini tidak terjadi,” ungkap politikus PAN ini. Dradjad lebih memperkirakan kurva pemulihan akan berbentuk kurva W.

Jika kurva W, kata Dradjad, peluangnya kecil untuk bisa mencapai pertumbuhan 5,5 persen. “Bahkan kita tidak tahu apakah ini sudah sampai di dasar kontraksi ekonomi atau belum,” ungkapnya. Karena itu, lanjut Dradjad, kunci yang harus dilakukan pemerintah adalah memulihkan confidence dari konsumen, investor, dan pelaku usaha..

Kalau dilihat sekarang, kata Dradjad, orang sudah ramai bergerak. Tapi masalah pertumbuhan konsumsi rumah tangga didominasi kelompok menengah atas. Berdasar data  2019, konsumsi kelas atas mencapai 45 persen, kelas menengah 37 persen, sementara menengangah-bawah 17,7 persen.

“Sekarang ini yang banyak bergerak adalah menengah bawah dan kelas bawah. Jadi yang masih berputar adalah hanya sekitar 18 hingga 30 persen dari keseluruhan konsumsi,” papar Dradjad. Padahal angka pertumbuhan ekonomi di Indonesia sejak 1998, kata Dradjad, sangat berhubungan dengan konsumsi rumah tangga.

Jika yang bergerak hanya 30 persen dari keseluruhan konsumsi rumah tangga, maka pergerakan pertumbuhan ekonomi akan lambat. Ini karena konsumen kelas menengah atas tidak percaya diri untuk berbelanja.

“Contohnya, mal besar biasanya ngopi, jalan-jalan di mal, belanja barang branded. Sekarang mereka yang punya daya beli untuk melakukan itu, sekarang mengerem dulu. Karena mereka tidak mau terkena covid,” papar dia.

Konsumsi masih tertahan karena kelompok rumah tangga atas dan menengah atas masih menahan daya beli. Karena belum percaya diri. Begitu juga dengan investor maupun konsumen lainnya.

“Jadi kalau mau pertumbuhan ekonomi kurvanya V maka pandeminya harus teratasi. Kalau mau teratasi maka syaratnya harus disiplin menjalankan protokol kesehatan  masyarakat,” ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement