Rabu 26 Aug 2020 06:53 WIB

Kementan: Daging Kelinci Bisa Jadi Alternatif Protein

Kandungan protein pada kelinci disebut lebih tinggi dari protein hewan ternak lainnya

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Sate kelinci (ilustrasi). Daging kelinci diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif asupan protein.
Foto: birohumas.jatengprov.go.id
Sate kelinci (ilustrasi). Daging kelinci diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif asupan protein.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menuturkan, kelinci dapat menjadi hewan ternak yang berpotensi sebagai penghasil protein hewani yang mudah diternakkan masyarakat. Kandungan protein pada daging kelinci disebut lebih tinggi dari protein hewan ternak lainnya.

Kepala Balitbangtan Kementerian Pertanian, Fadjry Djufry mengatakan, kelinci bisa menjadi alternatif sumber protein unggulan di perkotaan. Karena itu, menurutnya, Kementan tidak hanya fokus membangun peningkatan populasi ternak untuk memenuhi kecukupan stok daging sapi dan ayam. Namun, juga membangun dan mendorong sumber pangan dari produk hewani, salah satunya kelinci.

Baca Juga

“Budidaya kelinci merupakan salah satu alternatif dalam penyediaan daging untuk pemenuhan protein hewani dan sekaligus sebagai upaya peningkatan pendapatan masyarakat. Pengembangan ternak kelinci merupakan pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki Indonesia untuk menjamin kesejahteraan pangan penduduknya," kata Fadjry dalam keterangannya diterima Republika, Kamis (26/8).

Menurutnya, walaupun tidak sepopuler dengan beternak ayam ataupun bebek dan kambing, bukan berarti beternak kelinci tidak mempunyai peluang besar.

 

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta, Arivin Rivale menjelaskan, dalam Desain Besar Pertanian Perkotaan DKI Jakarta 2018-2030, pengembangan budidaya kelinci dan produk olahannya menjadi salah satu dari 15 kategori komoditas yang akan dikembangkan.

“Target produksi komoditas kelinci dalam desain besar tersebut sebanyak seribu ekor pada tahun 2030 disertai dengan pengembangan olahan peternakan sebesar 100 jenis olahan,” katanya.

Menurut Arivin, ternak kelinci pedaging sangat potensial untuk dikembangkan di wilayah perkotaan karena dapat dibudidayakan pada lahan terbatas dan didukung oleh potensi biologis kelinci yang baik. Selain itu adanya pengembangan diversifikasi olahan daging kelinci dan hasil sampingnya dapat mendukung hal tersebut.

“Pengembangan budidaya kelinci dapat menjadi sumber penghasilan sekaligus untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat,” tuturnya.

Peneliti Peternakan, Syamsu Bahar mengatakan, sejalan dengan dinamika perkembangannya, sebaran pemeliharaan kelinci saat ini tidak hanya terbatas di daerah pedesaan tetapi juga menjadi fenomena yang menarik dan disukai masyarakat di perkotaan.

Budidaya ternak kelinci, lanjutnya, memerlukan beberapa komponen teknologi seperti bibit, pakan dan nutrisi, perkandangan, reproduksi, kesehatan, panen dan pascapanen, pemasaran, analisis usaha, serta teknologi pendukung lainnya.

“Salah satu jenis kelinci pedaging yang bisa dikembangkan sebagai sumber protein hewani yaitu NZW (New Zealand White) dan turunannya.  Jenis ini telah beradaptasi dengan baik pada iklim tropis,” ujarnya.

Lebih lanjut Syamsu menjelaskan, yang harus diperhatikan dalam pemilihan bibit kelinci yaitu harus berasal dari tempat dengan sistem pembibitan yang baik, ada silsilah keturunannya, dan memiliki nomor identifikasi yang jelas.

Pemilihan bibit harus disesuaikan dengan jenis pemeliharaan, ternak sehat dan bebas dari gejala penyakit klinis, berumur lebih dari 4 bulan dan berasal dari induk yang berbeda.

Adapun karakteristik reproduksi kelinci yaitu dewasa kelamin diperoleh pada usia 4,5 hingga 5,5 bulan, ovulasi dilakukan dengan induksi atau dirangsang, dan kawin setelah beranak 2–4 minggu. Lama kebuntingan sekitar 30-32 hari dengan jumlah anak perkelahiran 1–8 ekor (Rata-rata 6 ekor).

Sementara syarat induk kelinci harus sehat dan tidak memiliki cacat tubuh, bobot badan seimbang dengan umurnya, berasal dari keturunan yang mempunyai anak banyak (6-8 ekor), serta mempunyai sifat keindukan dan tidak kanibal.

Menurutnya, Balitbangtan melalui Balai Penelitian Ternak juga telah menghasilkan bibit unggul dari jenis-jenis kelinci yang tersedia. Salah satunya kelinci Rexsi Agrinak yang dilepas Kementerian Pertanian tahun 2017.

Kelinci Reksi Agrinak dikembangkan karena selain memiliki kelebihan pada warna bulu yang indah dan halus, Kelinci Rexsi Agrinak memiliki ukuran yang besar sehingga dapat dimanfaatkan dagingnya.

Adapun untuk jenis pakan kelinci ada dua jenis yaitu pakan pelet dan pakan hijauan. Pakan hijauan bisa berasal dari rumput-rumputan limbah sayuran seperti daun kembang kol , putren, dan worte serta hijauan lainnya  seperti daun ubi jalar, daun katuk, daun Indigofera, dan lain-lain).

“Limbah sayuran pasar bisa berpotensi menjadi sumber pakan hijau, namun perlu penyortiran agar bersih dan higienis sebelum diberikan pada ternak kelinci,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement