Rabu 26 Aug 2020 04:29 WIB

Diprediksi PPP Karam, Gatot dan Sandi Bisa Jadi Penyelamat

Tanpa figur yang kuat PPP akan jadi kapal tua yang karam.

Sandiaga Uno.
Foto: Republika/Prayogi
Sandiaga Uno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network Denny JA, Toto Izul Fatah menyebut, dua tokoh nasional yaitu Gatot Nurmantyo (GN) dan Sandiaga Salahudin Uno (SSU) sangat potensial menjadi magnet publik, yang dapat mengantar Partai Persatuan Pembangun (PPP) kembali bangkit sebagai parpol besar. Jika tak ada, PPP hanya akan menjadi kapal tua yang  sebentar lagi karam.

Menurut Toto, yang juga Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA ini, pilihan paling penting dalam menghadapi pertarungan Pileg 2024, PPP harus mampu mencari figur ketua umum yang memiliki magnet publik yang kuat. Aneka program dan sistem organisasi yang ditawarkan partai Islam tersebut tak akan banyak membawa efek electoral jika tak ada figur  moncer sebagai leader.

“Meskipun program penting, tapi yang tak kalah penting dibutuhkan PPP saat ini adalah figur. Rentetan kasus hukum yang telah menyeret beberapa ketua umumnya masuk penjara, membuat PPP kehilangan legitimasi moral untuk jualan program sebagai daya tarik partai.” kata Toto, dalam siaran persnya,  Jumat (21/8).

Perlunya figur kuat di PPP, kata Toto, karena partai tersebut memilih kelompok Islam sebagai captive market yang turun temurun sejak Orde Baru. Sementara ceruk yang sama, sekarang sudah diambil merata partai berbasis Islam yang lain seperti PAN, PKS dan PKB.

Idealnya, lanjut dia, kekuasaan bisa seperti Golkar yang tidak tergantung pada figur ketua umum. Karena punya sistem yang relatif kokoh dengan cengkraman kuku birokrasi kekuasaan yang kuat dan merata.  "Namun, untuk PPP dalam kontek hari ini sangat rawan nasibnya jika tak segera memiliki figur yang  punya kapasitas personal dan bermagnet  electoral,” tegasnya.

Dalam pengamatan Toto, sampai saat ini belum ada figur internal yang punya potensi mengerek electoral partai ini. Kecuali harus membuka peluang masuknya figur dari luar partai yang di PPP-kan. “Sejauh ini, hanya Pak Gatot dan Pak Sandi yang memenuhi kriteria tersebut, baik secara intelektual, moral, electoral dan modal social,” tandasnya.

Namun, Toto mengakui kemungkinan adanya resistensi dari sebagian kelompok internal partai mengingat posisi kedua figur saat ini. Yaitu, Sandi yang masih berada dalam struktur kepengurusan DPP Gerindra, dan Gatot yang belakangan telah memilih jalan “oposisi” sebagai salah satu deklarator KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia).

“Ini memang pilihan pahit. Kalau bicara penyelamatan partai agar tidak makin terpuruk, dan bahkan karam,  suka atau tidak, PPP butuh darah segar yang bisa memanggil pulang kandang kembali para pemilih  tradisionilnya yang ideologis, tapi sekaligus membawa segmen pemilih baru,” ujarnya.

Menurut Toto, kedua figur itu bukan saja mumpuni secara personal, tapi juga memiliki potensi kesamaan ‘darah’ dengan PPP. Gatot misalnya, selain nasionalis sebagai mantan tentara,  juga dianggap agamis. Ada kombinasi dua hijau, yaitu hijau tentara dan hijau Islam. Begitu juga dengan Sandi yang menurut data survei pernah menjadi penyumbang elektabilitas pasangan Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019 lalu dengan segmen milenial dan emak-emak.

Karena itu, lanjutnya,  posisi Sandi sebagai ketum PPP nanti sangat mungkin membawa dua segmen pemilih tadi, yaitu milenial dan emak-emak sebagai pasar baru PPP. Sandi juga dinilai sebagai sosok santun yang sangat mungkin diterima para stakeholder yang selama ini menjadi simpul  penting di partai, seperti para ulama, kiayi dan ustad. Termasuk, Sandi juga bisa menjadi figur tengah dari lima kelompok yang berfusi di partai tersebut. Yaitu, NU, MI, Parmusi, Perti dan SI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement