Selasa 25 Aug 2020 22:24 WIB

Kaum Millenial Jembatani Indonesia dan Rusia

Kaum milenial diyakini menjadi tumpuan masa depan hubungan Indonesia dan Rusia.

KUAI KBRI Moskow/Wakil Duta Besar RI untuk Rusia dan Belarusia Azis Nurwahyudi (kanan)
Foto: Istimewa/KBRI di Moskow
KUAI KBRI Moskow/Wakil Duta Besar RI untuk Rusia dan Belarusia Azis Nurwahyudi (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kaum milenial diyakini menjadi tumpuan hubungan Indonesia dan Rusia. Hal ini diungkap dalam webinar “Indonesia-Russia through Millennials’ Eyes” yang digelar Kedutaan Besar RI di Moskow, Rusia, Selasa (25/8). 

“Millennials merupakan penghubung Indonesia dan Rusia, sekarang dan di masa yang akan datang” ujar Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Moskow yang juga Wakil Duta Besar RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus Azis Nurwahyudi, saat membuka webinar.

Jumlah peminat webinar yang mendaftar membludak dari berbagai kalangan baik kementerian atau lembaga, sekolah, perguruan tinggi, maupun perorangan, dari Indonesia. Namun, KBRI Moskow membatasi jumlah 100 peserta. Sementara yang lain berkesempatan mengikuti webinar secara langsung, streaming melalui kanal Youtube KBRI Moskow.

Webinar ini hasil kerja sama KBRI Moskow dan Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia dan CSIS (Center for Strategic and Information Studies). Pembicara kali ini adalah Judika Madhuri dari KBRI Moskow, Roman A Romanov dari Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia, dan Gilang Kembara dari CSIS. 

Azis Nurwahyudi menerangkan, webinar ini menjadi salah satu kegiatan dalam rangkaian Peringatan 70 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Rusia. Kali ini, sebagai inovasi baru, KBRI Moskow mengajak kawula muda sebagai generasi yang kritis, inovatif, dan gadget geek untuk mengenal hubungan Indonesia dan Rusia lebih dalam. 

Sedangkan Judika memaparkan hubungan Indonesia–Rusia sejak masa sebelum kemerdekaan sampai ke abad 21. Sementara Romanov menekankan kerja sama kedua negara terutama di bidang ekonomi, keamanan, militer, kemanusiaan, dan kebudayaan. 

“Indonesia dan Rusia telah mencapai perdagangan sebesar 2,45 juta dolar AS pada 2019 dan diharapkan akan meningkat setelah penandatanganan kemitraan strategis,” ujar Romanov.

Menanggapi paparan tersebut, Gilang mengatakan hubungan kedua negara telah melalui jalan berliku dan kini sedang mengalami masa-masa peremajaan. Ia mengingatkan, selain banyak peluang kerja sama, masih banyak pekerjaan rumah dalam urusan hubungan diplomatik kedua negara ini.

“Penting pula bagi kedua negara untuk menjunjung hukum internasional yang berlaku setinggi-tingginya, terutama dalam mewujudkan perdamaian dunia, dan kestabilan kawasan.” kata Gilang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement